ads

Berita

NAD

Nasional

Internasional

Dunia Islam

Tuliasan%20Anda

Beurujuk.com | Jarum jam menunjukkan angka 16:30 WIB, Rabu (15/6/2016). Saya baru keluar dari Kantor KIP Bireuen. Maksud hati hendak segera pulang ke rumah, namun apa daya baru 20 meter menginjak jalan hitam Medan- Banda Aceh, di kawasan Paya Lipah, Peusangan, Bireuen, hujan menghentikan putaran ban sepeda motor.
Saya pelan- pelan merangsek mencoba melawan curahan air dari langit. Namun saya kalah. Akhirnya harus berteduh di sebuah kios yang pemiliknya sedang menjajakan jamblang (boh jambe kleng).
Perhatian saya kemudian beralih pada deretan meja yang digelar terpisah-pisah di bawah pohon asam jawa di pinggir jalan negara.
Beberapa wanita dengan usia beragam, duduk di belakang meja. Mereka mungkin berharap bila dedaunan asam jawa bisa melindungi mereka dari gempuran hujan yang tidak ramah dengan butiran jamblang yang lemah.
Akan tetapi hujan kian tak ramah. Wanita- wanita itu menyerah. Mereka menggulung lapak dan memilih berteduh di kios terdekat. Sebagian memilih pulang.
“Baru balik modal. Laba belum ada,” ujar seorang pedagang dengan senyum merekah.
Harga jamblang masih mahal. Per bambu Rp 25 ribu. Mereka menjual pergelas, 5000. Kalau laku semua mereka untung 25 ribu pet bambu. Karena per bambu itu 10 gelas. Namun namanya saja berjualan buah musiman yang lemah fisiknya.
“Buah ini rentan kalau kena air. Juga, kalau sudah tak habis sehari, besoknya udah kurang cantik, karena melepuh, biasanya kalau udah balik modal, saya langsung menjual dengan laba seadanya,” ujar wanita paruh baya itu.
Buah jamblang adalah buah musiman yang berbuah mendekati bulan Agustus. Sehingga profesi menjadi pedagang buah ini sifatnya musiman. Pedagang menebus jamblang dari agen di pasar dengan harga bervariasi sesuai dengan jumlah jamblang yang masuk ke pasar. Semakin banyak makin murah.
IMG_20160615_170349
“Tiap hari, normalnya kami bisa menjual tiga kilo. Paling banyak empat kilo. Kalau dilihat untungnya sih banyak, namun seringkali kami harus nombok modal. Khususnya bila hujan turun, ketika jomblang baru kami gelar,”
Tak ada keluhan. Wajah-wajah mereka terlihat kuat menghadapi “resiko pasar bebas” (berjualan di pinggir jalan di alam terbuka. Pedomannya: langkah, rezeki, pertemuan, maut. Uang harus dicari. Semua memiliki resiko. Namun hidup harus terus berlanjut. “Laba rugi sudah biasa.hari ini untung, besok kurang beruntung, itu sudah biasa,” imbuh seorang pedagang yang kembali menggelar dagangan saat hujan mulai reda. [aceHTrend]

About seulangamedia

Seulanga Media Merupakan Portal yang di gagas oleh mahasiswa asal Seulanga Aceh, dengan Kantor pusat di Jakarta. Seulanga Media dapat dihubungi melalui email: rimungputeh97@gmail.com
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Post a Comment

BARAT


Top