ads

Berita

NAD

Nasional

Internasional

Dunia Islam

Tuliasan%20Anda

Air susu di balas dengan air tuba,sejarah soekarno dan abu daud beu'reu'eh

soekarno dan abu daud beu'reu'eh
penulis muhammad nadir(seulanga media)

seulanga media kali ini kembali mengingatkan kepada kita semua tentang sejarah agar sejarah ini tidak kita lupakan
Jauh sebelum NKRI berdiri, Aceh Darussalam telah berdaulat sebagai sebuah kerajaan merdeka dan bahkan menjadi bagian dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Hal ini sungguh-sungguh disadari Soekarno sehingga dia mengajak dan membujuk Muslim Aceh untuk mau bergabung dengan rakyat Indonesia guna melawan penjajah Belanda.
Saat berkunjung ke Aceh tahun 1948, Bung Karno dengan sengaja menemui tokoh Aceh, Daud Beureueh. Bung Karno selaku Presiden RI menyapa Daud Beureueh dengan sebutan “Kakanda (kakak)” dan terjadilah dialog yang sampai saat ini tersimpan dengan baik dalam catatan sejarah:
Presiden Soekarno : “Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.”
Daud Beureueh : “Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid.”
Presiden Soekarno : “Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan merdeka atau syahid.”
Daud Beureueh : “Kalau begitu kedua pendapat kita telah bertemu Saudara Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada Saudara Presiden, bahwa apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya.”
Presiden Soekarno : “Mengenai hal itu Kakak tak usah khawatir. Sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam.”
Daud Beureueh : “Maafkan saya Saudara Presiden, kalau saya terpaksa mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan suatu kata ketentuan dari Saudara Presiden.”
Presiden Soekarno : “Kalau demikian baiklah, saya setujui permintaan Kakak itu.”
Daud Beureueh : “Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan hati Saudara Presiden. Kami mohon (sambil menyodorkan secarik kertas kepada presiden) sudi kiranya Saudara Presiden menulis sedikit di atas kertas ini.”
Daud Beureu'eh
Mendengar ucapan Daud Beureueh itu Bung Karno langsung menangis terisak-isak. Airmata yang mengalir telah membasahi bajunya. Dalam keadaan sesenggukan,
Soekarno berkata, : “Kakak! Kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi presiden. Apa gunanya menjadi presiden kalau tidak dipercaya.” Dengan tetap tenang, Daud Beureueh menjawab, “Bukan kami tidak percaya, Saudara Presiden. Akan tetapi sekadar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang.”
Sambil menyeka airmatanya, Bung Karno berjanji,
Bung Karno berjanji : “Wallah Billah (Demi Allah), kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan Syariat Islam. Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanakan Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah Kakak masih ragu-ragu juga?”
Daud Beureueh menjawab, : “Saya tidak ragu Saudara Presiden. Sekali lagi, atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Saudara Presiden.”
Dalam suatu wawancara yang dilakukan M. Nur El Ibrahimy dengan Daud Beureueh, Daud Beureueh menyatakan bahwa melihat Bung Karno menangis terisak-isak, dirinya tidak sampai hati lagi untuk bersikeras meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji presiden itu.
Soekarno mengucapkan janji tersebut pada tahun 1948. Setahun kemudian Aceh bersedia dijadikan satu provinsi sebagai bagian dari NKRI. Namun pada tahun 1951, belum kering bibir mengucap, Provinsi Aceh dibubarkan pemerintah pusat dan disatukan dengan Provinsi Sumatera Utara.
Jelas, ini menimbulkan sakit hati rakyat Aceh. Aceh yang porak-poranda setelah berperang cukup lama melawan Belanda dan kemudian Jepang, lalu menguras dan menghibahkan seluruh kekayaannya demi mempertahankan keberadaan Republik Indonesia tanpa pamrih, oleh pemerintah pusat bukannya dibangun dan ditata kembali malah dibiarkan terbengkalai.
Bukan itu saja, hak untuk mengurus diri sendiri pun akhirnya dicabut. Rumah-rumah rakyat, dayah-dayah, meunasah-meunasah, dan sebagainya yang hancur karena peperangan melawan penjajah dibiarkan porak-poranda. Bung Karno telah menjilat ludahnya sendiri dan mengkhianati janji yang telah diucapkannya atas nama Allah. Kenyataan ini oleh rakyat Aceh dianggap sebagai kesalahan yang tidak pernah termaafkan.

Anak ku sayang anakku malang




Seulanga Media | Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Sedih hati ini ketika mendengar berita, ada seorang ibu yang tega memutilasi anaknya sendiri.
 
Mudmainah alias Iin (28 tahun) seorang ibu yang tega membunuh dan memutilasi anaknya sendiri, mendadak jadi bahan pembicaraan. Berita yang menghebohkan ini terjadi pada Ahad (2/10/2016) malam. Mudmainah tega membunuh Arjuna anaknya sendiri yang masih berumur satu tahun. Pembunuhan yang dilakukan dengan cara memutilasi terjadi dikediamannya sendiri didaerah Ment

eng, Kalideres Jakarta Barat.
 
Ketika di tanya polisi, pelaku mengatakan mendengar bisikan-bisikan untuk membunuh anaknya sendiri.
 
Menurut psikolog pelaku di duga mengalami gangguan kejiwaan,  sehingga seperti mendengar bisikan untuk berbuat seperti itu. Bisa juga pelaku memiliki persoalan pribadi.  Ketika memendam masalah dan tidak kuat,  akhirnya menyebabkan jiwanya terganggu.
 
BUAH SISTEM KAPITALISME
 
Kasus diatas semakin menambah panjang kasus kekerasan yang terjadi di negeri ini. Juga semakin membuktikan bahwa sistem Kapitalisme telah gagal dalam melindungi anak. Dalam sistem kapitalisme negara berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya, akibatnya tidak sedikit masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jangankan kebutuhan sekunder dan tersier, kebutuhan primer pun mereka tak mampu penuhi. Ketikapun mampu memenuhi kadang dengan kualitas yang kurang. Tidak sedikit kepala keluarga yang tidak bekerja atau bekerja tapi dengan penghasilan yang pas-pasan. Akibatnya beban hidup sangat terasa, ketika beban hidup meningkatkan tidak jarang menimbulkan masalah baru, semisal pertengkaran suami istri, stres dan lain-lain.
 
Ditambah dengan kehidupan yang sekuler,  agama hanya dipakai dalam ibadah ritual semata. Akibatnya ketika banyak masalah, masyarakat lebih banyak mengambil jalan pintas. Semisal bunuh diri, atau melampiaskan kepada orang-orang terdekat,  salah satunya anak yang menjadi sasaran. Mulai dari memukul, mencubit anak bahkan sampai kasus pembunuhan anak oleh orang terdekat termasuk ibu yang seharusnya jadi sosok paling melindungi anak.
 
ISLAM MENJAGA ANAK
 
Islam sebagai agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan termasuk dalam masalah penjagaan dan perlindungan anak. Dalam Islam ada tiga pilar yang harus tegak untuk melaksanakan aturan Allah swt dan Rasulullah saw ditengah-tengah kehidupan sehingga tercipta kondisi yang "ramah" anak, yaitu:
 
1. Individu ( Keluarga )
 
Dalam pandangan Islam,  keluarga merupakan salah satu struktur yang kompak menjadi basis pertama seseorang dalam memulai kehidupan. Kehidupan keluarga adalah titik awal masyarakat manusia yang menyediakan rumah yang sehat, stabil dan mendukung orangtua serta anak-anak yang sedang tumbuh.
 
Anak-anak harus mendapatkan kehangatan, kesabaran dan kasih sayang serta pendidikan dalam segala aspek. Oleh karena itu dalam sebuah keluarga harus ada ibu sebagai pembina rumah tangga yang bertanggungjawab terhadap anak-anaknya dan ayah sebagai pemimpin bagi keluarga yang dipundaknya terletak tanggung jawab agama.
 
Dalam Islam anak adalah amanah yang dibebankan Allah swt untuk dilaksanakan sebagai amal ibadah yang suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu para orangtua harus memahami hak dan posisi anak, serta tugas dan tanggungjawab mereka terhadap anak-anaknya.
 
Islam akan mendorong para ibu untuk menjadi sosok yang kompeten, baik secara keilmuan parenting, penguasaan tsaqofah Islam, kepribadian ibu yang baik termasuk juga rasa cinta dan kasih sayang yang besar. Sehingga akan mendidik anak-anaknya dengan benar.
 
Seorang ayahpun tidak tinggal diam dalam pendidikan anak-anaknya, selain mengoptimalkan usaha untuk mencari nafkah, ayahpun akan ikut menyukseskan pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya. Sehingga ibu tidak "riweh" sendiri. 
 
2. Masyarakat
 
Islam sangat memperhatikan kesehatan masyarakat. Sedangkan anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupannya anak membutuhkan interaksi dengan yang lainnya.
 
Interaksi dalam lingkungan sangat diperlukan dan berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun biologis.
 
Aktivitas saling menasehati adalah salah satu cara menciptakan masyarakat yang sehat. Karena masyarakat tidak akan membiarkan terjadinya sebuah tindak kekerasan terhadap anak.
 
3. Negara
 
Dalam pandangan Islam negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat,  termasuk anak-anak. Berupa pendidikan,  kesehatan maupun keamanan, sehingga masyarakat terhindar dari tindakan-tindakan yang akan membahayakan keselamatan.
 
Selain itu negara pun memiliki tanggung jawab dan kewajiban, memberikan sanksi terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak.
 
Ketika Islam diterapkan secara sempurna, insya Allah kita tidak akan menemukan kasus-kasus tindak kekerasan terhadap anak oleh orangtua sendiri ataupun yang lainnya. Wallahualam.
 
Sumiyati
Ibu Rumah Tangga
Tinggal di Tanjungsari Kab. Sumedang Jawa Barat
 

SEULANGA MEDIA SABTU (15/10) lalu, merupakan hari istimewa bagi rakyat Aceh. Pada pagi hari itu, Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah meresmikan gedung rawat inap baru Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA). Ada tambahan 266 tempat tidur rawat inap.
Sebagai satu-satunya rumah sakit rujukan utama di Aceh, tambahan ruang rawat inap ini sangat bermakna, karena kunjungan pasien ke RSUDZA selama ini melebihi kapasitas. Ruang rawat inap baru ini terdiri atas ruang rawat kelas 3 180 tempat tidur, ruang rawat kelas 1 24 tempat tidur, high care 24 tempat tidur, dan ruang VIP 38 tempat tidur.Jika ditotalkan, maka RSUDZA kini punya 743 tempat tidur. Sebagaimana diketahui,peningkatan kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Aceh. Untuk mendukung program itu, berbagai fasilitas dan infrastruktur di bidang kesehatan terus ditingkatkan. “Upaya peningkatan kualitas rumah sakit ini telah kita lakukan sejak beberapa tahun lalu, mulai dari peningkatan kapasitas para ahli medis,penggunaan teknologi kedokteran terkini, dan pembangunan fisik,” tutur ZainiAbdullah.Saat ini RSUDZA tengahdalam proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat sebagai rumah sakit berkelas internasional sesuai standar JCI. “Namun saya ingatkan lagi, meskipun sertifikat itu merupakan tujuan utama, namun yang tidak kalah pentingdilakukan manajemen rumah sakit ini adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.Berikanlah pelayananitu secepat mungkin, selengkap mungkin, seakurat mungkin, dan seefektif mungkin,” kata Abu Doto. Gubernur Aceh ini juga meminta adanya kerja sama, kekompakan, dedikasi, keseriusan, dan keikhlasan dalambekerja, sehingga rumah sakit ini bisa menjadi contoh sebagai sistem pelayanan kesehatan terbaik. “Bukan hanya contoh untuk Aceh, tapi juga menjadi contoh bagi rumah sakit daerah lain di Indonesia,” kata Gubernur.Sedangkan Direktur RSUDZA dr Fachrul Jamal SpAN KIC mengatakan, gedung yang baru difungsikan itu menghabiskandana Rp 95 miliar lebih yang bersumber dari Otsus. “Kami tidak ada istilah puas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan kamiselalu berusaha memberikan yang terbaik kepada pasien yang berobat di RSUDZA,” tutur fachrul jamal (adv)-(SM,Muhammad nadir).


Gambar Bayi

Add caption

Bersama Ratusan Ribu Umat Islam, FPI Gelar Aksi Damai Bela Islam


Seulanga Media | Ratusan ribu masa umat Islam Jakarta menggelar "Aksi Bela Islam" bersama Front Pembela Islam (FPI), Jakarta (14/10/16). Dalam aksi tersebut di hadiri oleh tokoh-tokoh Islam dan berbagai ormas Islam di Jakarta. Aksi dimulai dari Masjid Istiqlal Jakarta usai shalat Jum'at dan diakhiri di Balai Kota, setelah shalat Ashar di sepanjang Jalan. 

Aksi demostrasi itu digelar untuk memenjarakan Ahok atas penistaan agama Islam, terkait surah Al-Maidah 51. Dimana Ahok dalam sebuah rekaman yang beredar Ahok mengatakan "jangan dibodohi surah Al Maidah 51 umat Islam tidak memilihnya."

Usai melakukan audiensi, Arie Dono Sukmanto menemui ratusan ribu massa. Secara terbukti Kabareskrim berjanji akan memeriksa Gubernur Ahok setelah memeriksa saksi-saksi terlebih dahulu. “Mohon doa restu dari saudara-saudara untuk kelancaran,” ucapnya. Mendengar ucapan Ari Dono, massa menjawab, “buktikan, buktikan.”

Menanggapi pernyataan Kabareskrim, Habib Rizieq secara lantang meminta supaya kepolisian segera membuktikan ucapannya itu.

“Kita minta pembuktian, kita minta segera periksa Ahok. Kita siap bela polisi kalau mau tangkap Ahok. Akan kita lawan siapapun yang mau coba intervensi,” ungkap Habib Rizieq.(Laporan Nazir-Langsung Dari Jakarta)

Copyright

Seluruh materi artikel/berita (teks, foto, video, logo) yang terdapat dalam situs Seulanga Media dilindungi undang-undang hak cipta. Seluruh materi tersebut bebas dimanfaatkan oleh individu untuk keperluan referensi dan non-komersial.
Bagi siapa saja yang bermaksud memanfaatkan materi Seulanga Media dengan cara memproduksi ulang, mengutip, menyadur, memperbanyak dan/atau menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan dari isi materi tersebut, diharuskan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Pemanfaatan materi untuk keperluan pendidikan, penelitian, kajian non-komersial dan konsumsi individual seperti mailing-list, blog dan forum komunitas, tidak harus mendapatkan izin dari Seulanga Media, namun tetap disarankan untuk menyampaikan pemberitahuan guna menghindari penyalahgunaan materi terkait.

2. Pemanfaatan materi selain hal di atas harus mendapatkan izin dari Seulanga Media.

3. Pemanfaatan materi wajib mencantumkan sekurang-kurangnya kata-kata ‘Seulanga Media' sebagai sumbernya.


4. Pemanfaatan materi Seulanga Media yang tidak mengindahkan hal tersebut di atas dapat dikenakan teguran hingga tuntutan hukum atas dasar pelanggaran hak cipta.

Ketentuan mengenai pemanfaatan materi artikel/berita (teks, foto, video, logo) Seulanga Media dapat ditanyakan melalui e-mail: rimungputeh97@gmail.com.

Profil

Seulanga Media Merupakan Portal yang di gagas oleh mahasiswa asal Seulanga Aceh, dengan Kantor pusat di Jakarta. Seulanga Media dapat dihubungi melalui email: rimungputeh97@gmail.com

Kontak Redaksi


Seulanga Media dapat dihubungi melalui email: rimungputeh97@gmail.com atau melalui form dibawah ini;
Contact Form





Macet Terparah di Krueng Geukueh Mencapai 6 Km

Macet Terparah di Krueng Geukueh Mencapai 6 Km
Beurujuk.com Macet parah kembali terjadi di Simpang 4 Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Macet kali ini atau di lebaran ke-4, Sabtu (9/7/2016) sore, atrean diperkirakan mencapai 6 kilometer.

Pantauan GoAceh, macet sore tadi hingga malam, mulai dari Simpang Rancung atau perumahan PT Arun, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe sampai ke Simpang KKA atau Paloh Lada, Kecamatan Dewantara.

Melintasi delapan desa, meliputi Batuphat Timur, Batuphat Barat, Blang Naleung Mameh (Kecamatan Muara Satu), Tambon Baroh, Tambon Tunong, Keude Krueng Geukueh, Uteun Geulinggang, dan Paloh Lada (Kecamatan Dewantara).

Dari arah Medan, mobil terpaksa membuat dua deret di jalan dua jalur tersebut sampai ke jembatan perbatasan Lhokseumawe dan Aceh Utara. Antrean kendaraan diperkirakan mencapai 4 kilometer, dari Simpang Rancung ke Krueng Geukueh.

Sementara dari arah Banda Aceh atrean kendaraan tidak begitu parah, diperkirakan mencapai 2 kilometer dari Krueng Geukueh hingga ke Paloh Lada.

Kemacetan di Simpang Krueng Geukueh juga terjadi pada pagi hari sekitar pukul 11.00. Namun hanya terjadi dari arah Banda Aceh dengan atrean mencapai 3,5 kilometer. Mulai Ulee Pulo, Paloh Lada atau Simpang KKA hingga ke Simpang 4 Krueng Geukueh.

Sementara sore ini, kemacetan parah tidak terjadi di pusat Pasar Geudong, Kecamatan Samudera Aceh Utara, seperti pada sore lebaran kedua. Baik dari arah Medan atau dari arah Banda Aceh. Namun macet tetap saja terjadi sore ini di Geudong, dengan atrean diperkirakan seratusan meter saja. (Sumber: Go Aceh

Kepentingan Jokowi di Pilkada Aceh?

Beurujuk.com | Aceh bukanlah satu daerah yang berpenduduk besar, sehingga mampu mempengaruhi peta politik nasional. Tapi jika dilihat Aceh dari sudut pandang yang berbeda, Aceh sangat berpengaruh secara nasional. Pengaruh Aceh ditinjau dari sejarah sangat kuat dan memiliki ikatan emosional dengan kisah kelahiran negara ini. Tidak sebatas itu saja, Aceh juga satu-satunya provinsi yang tidak mampu ditaklukan oleh kolonial Belanda dan karena itu Aceh menjadi kunci keutuhan NKRI dan stabilitas keamanan. Keberadaan Aceh menjadi perekat bagi provinsi lain di Indonesia. Tidak salah jika Aceh dilabelkan sebagai Center of Gravity (COG) Indonesia.
Faktanya provinsi paling ujung ini mampu berkontribusi dan mempengaruhi dinamika politik nasional. Dibuktikan hadirnya calon perorangan/independent sebagai terobosan baru dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Tidak sebatas itu saja, hadirnya kebijakan politik bersifat asimetris mewarnai sekaligus mempengaruhi politik nasional.
Hal lain dari Aceh yang dipraktekkan secara nasional adalah pelaksanaan Pilkada serentak. Aceh mempopulerkan Pilkada serentak, walaupun Sumatra Barat yang pertama mempraktekan Pilkada serentak. Desain dari pelaksaan Pilkada serentak oleh pemerintah terbagi ke dalam beberapa fase pelaksaaan dimulai dari tahun 2015, 2017, 2018, dan 2019.
Di analisis ini mendalami bagaimana relasi kepentingan Jokowi secara politik kepada pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2017 nantinya.
Basis kepentingan Jokowi terhadap Provinsi Aceh harus di baca ke dalam political interests yang terbagi ke internal (personal) dan eksternal (negara/pemerintah). Dalam pendekatan teori political interests, menurut Matthew Holleque (2011) dalam artikelnya berjudul Rethinking the Stability of Political Interest, University of Wisconsin. Dirinya mengatakan kepentingan politik (political interests) salah satu prediktor prediksi paling kuat dan gigih dari partisipasi politik sekaligus sebagai sesuatu yang paling dibutuhkan oleh warga dalam berdemokrasi.
Logika politiknya, berbicara politik harus sejalan dengan kepentingan. Karena dimensi politik selalu bermuara pada kepentingan personal maupun skala besar negara ataupun kelompok tertentu. Disinilah berbagai bentuk kepentingan personal maupun negara secara politik beragam. Ia bisa selaras antara kepentingan personal maupun kepentingan negara/pemerintah, tetapi bisa berbeda tujuan dan manfaatnya. Semua sesuai kebutuhan yang diselimuti kepentingan itu sendiri.
Kepentingan Negara/Pemerintah
Berbicara kepentingan negara/pemeritah terhadap Aceh terbagi dua hal, yaitu menjaga keberlanjutan perdamaian di Aceh dan menjaga stabilitas keamanan. Kedua hal itu sangat diperlukan oleh pemerintah nasional. Dikarenakan jika Aceh bergejolak dan masuk ke pusaran konflik kembali, maka energi besar dari pemerintah nasional terkuras lagi. Energi kuras disini harus difahami waktu, tenaga, anggaran, dan lain-lain. Memastikan keberlangsungan perdamaian harus dipastikan pada aktor yang berkuasa secara politik siapa pun dirinya. Bagi si aktor politik harus berkomitmen serta bekerja untuk menjaga keberlangsungan perdamaian, menjaga keamanan, dan bagus komunikasinya dengan pemerintah nasional. Metode (caranya) sangat disesuaikan kebutuhan lapangan dan berkesinambungan.
Kepentingan Personal
Sosok personal Jokowi dalam logika rasional (rational logic), tentunya memiliki kepentingan di Aceh. Kepentingan personal dirinya untuk mempersiapkan infrastruktur politik di tahun 2019 periode kedua kepemimpinannya. Walaupun bukan ditinjau jumlah suara masyarakat Aceh yang diperoleh bagi Jokowi, tetapi legitimasi dukungan masyarakat Aceh sangat berpengaruh secara nasional. Kehadiran negara ini, jika tidak didukung secara teritorial kewilayahan dari Aceh dalam bingkai NKRI.
Maka berpotensi besar terjadinya disintegrasi bangsa, dimana Aceh pisah dari Indonesia berpeluang provinsi lain ikutserta memisahkan diri dari Indonesia. Kuncinya Aceh dan Papua, tidak salah kedua provinsi ini mendapatkan perlakuan khusus. Sejarah membukti kontribusi besar Aceh terhadap eksistensi Indonesia luar biasa besar. Jadi kesimpulnya, bahwa dukungan penuh masyarakat Aceh di Pilpres 2019 untuk Jokowi sangatlah strategis.
Kepentingan Pilkada
Dalam konteks Pilkada di Aceh kepentingan Jokowi hadir, dikarenakan persiapan infrastruktur politik di periode kedua dirinya menjabat sebagai presiden di tahun 2019. Saat ini bermunculan kandidat yang berkeinginan menjadi gubernur Aceh mendatang periode 2017-2022, terdiri dari Abdullah Puteh, Ahmad Farhan Hamid, Irwandi Yusuf, Muzakir Manaf, Tarmizi Karim, T. M. Nurlif, Zaini Abdullah, dan Zakaria Saman.
Jika membaca arah dukungan Jokowi berpedoman kepada kepentingan partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Hebat. Masalahnya hasil amatan menunjukan dukungan dari partai yang tergabung di KIH terpecah kepada dua kandidat yakni Irwandi Yusuf dan Tarmizi Karim. Pemetaan usungan partai sementara dan belum final, tapi sudah mengkristal terbagi Irwandi Yusuf diusung dari Partai Demokrat, Partai Nasional Aceh, Partai Damai Aceh.
Ada satu partai yang berubah haluan mendukung Irwandi Yusuf yaitu PPP, awalnya arahnya ke Tarmizi Karim. Satu partai lagi yakni Golkar dalam posisi tarik menarik ke Muzakir Manaf atau Irwandi Yusuf. Posisi T. M. Nurlif tidak maju jadi gubernur, tapi kemungkinannya wakil gubernur atau direduksi ke dua kandidat itu. Karena amatan publik dari berbagai informasi mengerucut ke kedua kandidat itu, bukan ke Tarmizi Karim.
Sedangkan arah usungan partai ke Tarmizi Karim hanya terdiri dari Nasdem, PAN, dan PKPI. Sisa partai kecil di parlemen Aceh dan partai tidak ada kursi akan merapat kedua kandidat tersebut. Catatan pentingnya semua partai di kedua kandidat belum dikeluarkan surat resmi mengusung dari DPP. Jadi peta politik masih bisa berubah di last minute.
Kembali menganalisis arah dukungan Jokowi ke kandidat gubernur Aceh. Kemungkinan besar dukungan Jokowi hanya berpusat pada Irwandi Yusuf dan Tarmizi Karim. Logika politiknya, karena keduanya berada dalam dukungan dan usungan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat. Kenapa hanya kedua orang itu, karena Muzakir Manaf diklaim masuk gerbong Koalisi Merah Putih. Partai pengusung Gerindra, PKS, dan PA. Kandidat lain maju melalui jalur independent, tetapi tidak menutup peluang Jokowi memasang dua kaki mendukung kandidat gubernur Aceh. Salah satunya dari jalur perorangan, karena Zaini Abdullah maupun Zakaria Saman memiliki andil memenangkan Jokowi di Aceh ketika Pilpres 2014. Bisa saja, karena politik balas budi agar menjaga perasaan kedua kedua kandidat dari jalur perorangan itu.
Jika dalam pertimbangan Jokowi mengarahkan dukungan dan membantu salah satu kandidat gubernur. Ada dua hal patut dicermati secara logika rasional (rational choice), pertama jika pertimbangan Jokowi berdasarkan hasil survei tertinggi, maka pilihan jatuh ke Irwandi Yusuf. Tetapi jika pertimbangan Jokowi pada aspek kepentingan lainnya, maka arahnya ke Tarmizi Karim.
Tentunya Jokowi sebelum memberikan restu dukungan dan membantu kedua kandidat itu, langkah awal dari tim inti Jokowi akan menganalisis keduanya dengan pendekatan analisis SWOT. Dari kajian analisis SWOT Jaringan Survei Inisiatif memetakan kekuatan, kelemahan, peluangan, dan ancaman. Dalam analisis ini hanya fokus ke kekuatan dan kelemahan.
Untuk kandidat Tarmizi Karim secara kekuatan/modalitas dirinya memiliki kapasitas intelektual, jaringan internasional, kalangan birokrat, memiliki finasial, dekat dengan akses nasional, berpengalaman dijabatan eksekutif, dan berkarakter pemimpin. Ditinjau dari kelemahan Tarmizi Karim meliputi; belum sangat mengakar di grass root dilihat dari hasil survei, belum memiliki terobosan program nyata bukan bangunn fisik selama menjadi bupati, masih lemah relasi dan akses ke kalangan GAM dan eks kombatan (bukan orang beberapa saja), terindikasi adanya kasus korupsi (tracking google cukup banyak) walau belum jelas pembuktian, dan kurang lihai menjaga hubungan personal maupun kelompok tertentu.
Sedangkan sosok kandidat Irwandi Yusuf dari segi modalitas/kekuatan diidentifikasikan, sebagai berikut; sudah berkarya dan banyak program terobosan, memiliki akses ke lingkaran penguasa di nasional, memiliki jaringan internasional, memiliki ketegasan dan faham menjalanan tata kelola pemerintahan, memiliki partai lokal, memiliki elektabilitas dan popularitas yang tinggi di pemilih Aceh, berintelektual, merakyat, dan masih banyak dukungan dari kalangan GAM dan kombatan.
Untuk kelemahannya Irwandi Yusuf tergambarkan, bahwa dirinya lemah secara kemampuan finansial, struktur pemenangan tidak terkontrol dan tersistematis, terjebak beban klaim kalangan GAM dan Kombatan, tidak memiliki media, belum memiliki thinktank, dan terindikasi korupsi walau belum jelas pembuktian hukumnya.
Yang pasti, siapa yang bisa menyakinkan Jokowi melalui komunikasi politik. Tentunya menyakinkan Jokowi dalam memberikan garansi bagi Aceh dalam perihal, bahwa Aceh aman, maju di pembangunan, kesejahteraan rakyat meningkat, perekonomian perkembang, dan stabilitas keamanan terjaga. Semua itu menjadi syarat utama dukungan dan bantuan Jokowi ke kandidat guburnur mendatang. Satu hal sangat penting sekali sosok gubernur Aceh di dukung serta dibantu, ketika sang kandidat gubernur memiliki kemampuan bekerjasama dengan pemerintah nasional (pusat).
Kesimpulannya, seorang Jokowi akan mempertimbangkan seluruh aspek, termasuk kemungkinan-kemungkinan ke depannya dalam berbagai lini dengan tujuan membawa perubahan Aceh menjadi lebih baik ke depannya. Khususnya prioritas menjaga stabilitas politik, karena jika terjadi gejolak dan memicu situasi keamanan tidak kondusif, sehingga menghambat proses perubahan lebih baik bagi Aceh dari aspek pembanguan dan kebijakan. Jadi keberadaan Aceh bukan sebagai Center of Gravity buat Indonesia, tapi juga harus menghasilkan dari Pilkada 2017 sosok pemimpin yang menjadi COG dalam skala mikro. [Sumber: Acehtrend]

Antara Serambi Mekkah dan Mak Kah

Oleh: ADNAN YAHYA*
Beurujuk.com | Aceh dikenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sebuah julukan apresiatif dari berbagai pihak terhadap keistimewaan Aceh sejak masa kerajaan Aceh hingga saat ini.
Konon, para sejarawan menganalisa beberapa penyebab julukan tersebut disematkan kepada Aceh, diantaranya, pertama, Aceh merupakan tempat Islam pertama singgah di Nusantara tepatnya di Pantai Timur Aceh (Peureulak dan Pasai). Kedua, konon Mufti Turki pernah mengakui bahwa kerajaan Aceh merupakan pengayom kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara tempo dulu.Ketiga, pelabuhan Aceh pernah menjadi pusat pemberangkatan jamaah haji dan pusat perdagangan nusantara. Keempat, Aceh merupakan daerah yang sangat kental dengan ‘ajaran Islam’.Kelima, Aceh pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam nusantara tatkala didirikan Jami’ah Baiturrahman.
Namun apapun alasannya, yang pasti julukan apresiatif tersebut perlu dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh. Agar Aceh yang diharapkan sesuai dengan harapan dan realitas masyarakatnya. Jangan sampai julukan tersebut hanya menjadi ungkapan ‘kebanggaan simbolik’ semata namun tidak subtantif dalam praktik di lapangan.
Jangan sampai julukan Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya disebabkan oleh perilaku oknum tertentu. Sebab, memelihara sebuah penghargaan atas prestasi lebih sulit daripada menggapai prestasi tersebut.
Oleh karena itu, Aceh akan menjadi ‘Serambi Mak Kah’ ketika Aceh mau ‘dikuasai’ dan ‘diduduki’ oleh individu dan golongan tertentu sedang individu dan golongan yang lain tidak diboleh. Mereka mengira Aceh milik pribadi dan golongan. Berikut karakteristik ‘Serambi Mak Kah’, yaitu pertama, ketika pemerintah berubah menjadi diperintah. Artinya, pemerintah tidak lagi menjadi subyek namun hanya menjadi obyek. Pemerintah tidak lagi pemberani namun hanya penakut.
Pemerintah tidak lagi menjadi lapangan bola bagi seluruh masyarakat walaupun sesuai aturan, namun hanya menjadi bola yang bisa ditendang oleh siapa saja tergantung yang menguasainya. Dalam bahasa lain, pemerintah Aceh baik tingkat provinsi hingga tingkat gampong ‘kalah’ dengan para oknum dan golongan provokator perusak kedamaian dan kesejukan antar-masyarakat dan golongan. Karena itu, pemerintah tidak boleh tergiur dengan bisikan setan bertopeng manusia.
Pemerintah Aceh hanya boleh diperintah oleh Undang-Undang sebagai konstitusi negara, dan Allah Swt sebagai Tuhan para pemegang tampuk pemerintahan Aceh disegala tingkatan.
ACEH dikenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sebuah julukan apresiatif dari berbagai pihak terhadap keistimewaan Aceh sejak masa kerajaan Aceh hingga saat ini.
Konon, para sejarawan menganalisa beberapa penyebab julukan tersebut disematkan kepada Aceh, diantaranya, pertama, Aceh merupakan tempat Islam pertama singgah di Nusantara tepatnya di Pantai Timur Aceh (Peureulak dan Pasai). Kedua, konon Mufti Turki pernah mengakui bahwa kerajaan Aceh merupakan pengayom kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara tempo dulu.Ketiga, pelabuhan Aceh pernah menjadi pusat pemberangkatan jamaah haji dan pusat perdagangan nusantara. Keempat, Aceh merupakan daerah yang sangat kental dengan ‘ajaran Islam’.Kelima, Aceh pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam nusantara tatkala didirikan Jami’ah Baiturrahman.
Namun apapun alasannya, yang pasti julukan apresiatif tersebut perlu dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh. Agar Aceh yang diharapkan sesuai dengan harapan dan realitas masyarakatnya. Jangan sampai julukan tersebut hanya menjadi ungkapan ‘kebanggaan simbolik’ semata namun tidak subtantif dalam praktik di lapangan.
Jangan sampai julukan Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya disebabkan oleh perilaku oknum tertentu. Sebab, memelihara sebuah penghargaan atas prestasi lebih sulit daripada menggapai prestasi tersebut.
Oleh karena itu, Aceh akan menjadi ‘Serambi Mak Kah’ ketika Aceh mau ‘dikuasai’ dan ‘diduduki’ oleh individu dan golongan tertentu sedang individu dan golongan yang lain tidak diboleh. Mereka mengira Aceh milik pribadi dan golongan. Berikut karakteristik ‘Serambi Mak Kah’, yaitu pertama, ketika pemerintah berubah menjadi diperintah. Artinya, pemerintah tidak lagi menjadi subyek namun hanya menjadi obyek. Pemerintah tidak lagi pemberani namun hanya penakut.
Pemerintah tidak lagi menjadi lapangan bola bagi seluruh masyarakat walaupun sesuai aturan, namun hanya menjadi bola yang bisa ditendang oleh siapa saja tergantung yang menguasainya. Dalam bahasa lain, pemerintah Aceh baik tingkat provinsi hingga tingkat gampong ‘kalah’ dengan para oknum dan golongan provokator perusak kedamaian dan kesejukan antar-masyarakat dan golongan. Karena itu, pemerintah tidak boleh tergiur dengan bisikan setan bertopeng manusia.
Pemerintah Aceh hanya boleh diperintah oleh Undang-Undang sebagai konstitusi negara, dan Allah Swt sebagai Tuhan para pemegang tampuk pemerintahan Aceh disegala tingkatan.
Keempat, ketika merebut masjid lebih penting daripada memakmurkan masjid. Padahal masjid bukan untuk direbut-rebut namun hanya untuk dimakmurkan dengan agenda keummatan. Prinsipnya, siapapun yang menjadi pengurus masjid tidak menjadi persoalan, selama masjid itu dimakmurkan dengan agenda keummatan.
Siapapun yang mengelola dan menguasai masjid tidak menjadi permasalahan, selama masjid itu mempraktikkan perintah Allah Saw dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Maka yang prioritas adalah memakmurkan masjid setelah dirikan, bukan merebut dan meributkan masjid ketika hendak didirikan.
Kelima, ketika individu mengklaim diri paling benar. Poin kelima ini merupakan penyakit yang sudah mendarah daging di masyarakat ‘awam’. Mereka menganggap pemahaman mereka paling benar dan yang lain salah. Menganggap diri dan golongan sendiri paling ahlussunnah wal jamaah sedang orang dan golongan lain ahlunnar yang harus diperangi.
Padahal, berapa banyak orang yang mengakui diri sebagai ahlussunnah wal jamaah tetapi tidak pernah shalat, puasa jarang, berzakat malas, tidak pernah hadir ke pengajian, shalat berjamaah di masjid tidak pernah dilaksanakan, dan amalan-amalan sunnah tidak pernah dipraktikkan. Sebenarnya mereka lebih berhak untuk ‘diperangi’.
Persoalan ini menurut hemat saya, disebabkan oleh pemahaman keliru dan sepihak yang diterima oleh masyarakat ‘awam’. Mereka mendapatkan informasi yang kurang akurat terhadap ormas-ormas Islam yang ada di Aceh. Sehingga muncul rentetan peristiwa perebutan dan pelarangan pendirian masjid. Semisal yang terjadi di Juli, Keude Dua, Kabupaten Bireuen, dimana sekolompok masyarakat menolak masjid yang akan dikelola oleh Persyarikatan Muhammadiyah dengan alasan Muhammadiyah bukan ahlussunnah wal jamaah. Ini merupakan pemahaman yang sangat keliru.
Padahal, muhammadiyah bukanlah agama baru. Muhamamdiyah bukanlah aliran baru. Muhammadiyah bukan ‘firqah’ baru. Muhammadiyah bukan pula organisasi baru, umurnya lebih tua dari NU (Nadlatul Ulama), didirikan sejak 1912. Muhammadiyah sama dengan organisasi Islam lain di Indonesia. Muhammadiyah hanya gerakan Islam dengan tujuan untuk mewujudkan Islam yang sebenar-benarnya di kalangan umat Islam. Membaca dan belajar langsung ke sejumlah referensi yang dikeluarkan Muhammadiyah merupakan modal dasar untuk mengenal Muhammadiyah secara utuh.
Oleh karena itu, mari kita rawat dan jaga bersama-sama julukan Serambi Mekkah untuk Aceh. Jangan sampai Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya karena oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab. Semoga! (Serambi)
*) Penulis Merupakan Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, asal Blang Jruen, Aceh Utara. Email: adnanyahya50@yahoo.co.id]

Menyelami Pantai laut Rubiah Yang Indah di Sabang


Menyelami Pantai Rubiah, Megahnya Kerajaan Bawah Laut Sabang



Beurujuk.com | Pantai Rubiah merupakan taman laut yang ada di sebelah barat Kota Sabang.
Terletak di pulau kecil tak berpenghuni yang termasuk dalam kawasan Pulau Weh.
Rubiah sendiri diambil dari nama seorang perempuan, Cut Nyak Rubiah yang dimakamkan di pulau tersebut.
Objek wisata ini merupakan kerajaan bawah laut habitat ikan hias seperti nemo, angel fish, lion fish, dan merupakan lokasi transplantasi karang yaitu rehabilitasi terumbu karang dengan cara pencangkokan.
Daya tariknya berupa taman laut membuat snorkeling dan diving menjadi aktivitas favorit.
Pun begitu jika anda tak mahir berenang atau menyelam, anda tetap bisa menikmati keindahan bawah laut hingga kedalaman 10-15 meter dengan menggunakan perahu kaca.
Mengitari Pulau Rubiah yang kejernihan airnya membuat sinar matahari tembus hingga dasar laut.
Pesona taman laut yang menakjubkan membuat pulau dengan luas 0,357 Km persegi itu sebagai surganya kerajaan laut.
Ya, tak lengkap berwisata bahari ke Sabang tanpa mengunjungi Pulau Rubiah.
Permukaan airnya yang tenang lagi jernih tak ubahnya cermin yang memantulkan kehidupan biota di dalamnya.
Aneka ikan hias seperti nemo, dan kawannya bermain-main di sela terumbu karang yang cantik.
Jernihnya air di taman laut ini membuat sinar matahari menembus hingga dasar laut.
Snorkeling dan diving menjadi aktivitas favorit yang banyak dilakoni pelancong yang bertandang ke pulau kecil tak berpenghuni itu.
Untuk memuaskan hobi bermain air, anda tak perlu repot-repot memboyong perlengkapan.
Pasalnya di Pantai Iboih yang merupakan pintu masuk ke Rubiah, berjejer para penyewa jasa perlengkapan olah raga air itu, cukup membayar Rp 40 ribu saja anda sudah siap snorkeling seharian.
Jika ingin diving, anda bisa memilih paket yang ditawarkan berupa perlengkapan, training, guide, perahu, hingga foto bawah laut dengan tarif maksimal Rp 500.000, tergantung item yang dipilih.
Siap-siap berenang bersama ikan-ikan.
Perjalanan dari Iboih ke Rubiah memakan waktu sekitar 15 menit, lain hanya jika ada ingin hopping island.
Di bibir pantai, anda bisa menjejakkan kaki ke pasir putih yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Air laut hijau tosca yang berkecipak ditingkap langit biru.
Sesekali terlihat bocah pribumi bermanuver dengan melakukan berbagai gaya.
Begitu juga dengan para wisatawan yang lebur menikmati keindahan taman laut yang membuat pengunjungnya lupa daratan.
Namun jika anda tak pandai atau tak suka berenang atau pun menyelam tak perlu khawatir. Anda tetap bisa menikmati pesona bawah laut Rubiah dengan berkeliling pulau.
Spead boat berlantai kaca siap membawa anda menyisir setiap lekuk Rubiah. Menikmati keindahan taman laut yang telah banyak dituturkan pelancong.
Hal ini tak lain karena jernihnya air sehingga memungkinkan pengunjung melihat dengan mata telanjang keindahan bawah laut pantai ini mulai kedalaman 10-15 meter.
Asyiknya lagi spead boat kaca ini memuat hingga 10 penumpang. Mari rayakan keindahan. (Serambi)

Daud Beureueh Bapak Kesadaran Aceh

Daud Beureueh Bapak Kesadaran Aceh - daud-beureueh_20160622_121423.jpg
Oleh: MUHAMMAD ALKAF*
Beurujuk.com | DAUD BEUREUEH adalah kepada siapa tokoh Aceh di awal abad ke 20 belajar dan menunjukkan rasa kesetiannya. Mulai dari Husin Al-Mujahid, M. Ali Piyeung, Ali Hasjmy, Ayah Gani hingga para pelajar di Normal Islam Institute, Bireuen.
Hasan Saleh, misalnya, memiliki rasa hormat yang besar kepada gurunya di Madrasah Sa'adah Abadiah Sigli itu. “Indonesia tidak akan merdeka kalau tidak ada Daud Beureueh,” katanya lugas.
Betapapun diantara keduanya memiliki pandangan politik yang berbeda tajam. Hasan Saleh tidak sendiri dalam memberi pemaknaan kepada Daud Beureuh. Peneliti asal Amerika, Boyd R. Comton bahkan memberikan penjelasan yang lebih bertenaga lagi tentang tokoh utama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) itu. Menurut Compton, Daud Beureuh itu adalah Singa Aceh.
Daud Beureueh lahir dan tumbuh di saat Aceh berada dalam pendudukan Belanda. Dia dapat dikatakan, melihat secara langsung kedukaan yang mendalam dari orang Aceh karena hal tersebut. Sebuah suasana kebatinanyang oleh Ibrahim Alfian digambarkan sebagai “kehancuran, depresi dan sakit mental” (Reid, 2012: 13).
Lahir dalam kondisi demikian, maka Daud Beureueh, tentu bersama angkatannya, bangkit untuk kembali membangun Aceh yang sudah porak poranda itu. Untuk mendorong agendanya tersebut, maka Daud Beureueh-pun, menggunakan istilah dari Fachry Ali, meminjam tangan dari luar.
Yang dimaksud “meminjam tangan dari luar” adalah gagasan pembaharuan dari gerakan Islam modernis, hal yang telah terlebih dahulu berkembang di kawasan lainnya di Indonesia: Sumatera Barat dan Yogyakarta. Perjumpaan Daud Beureuehdengan gagasan pembaharuan itu sebenarnya menarik.
Daud Beureueh, juga tokoh lain seperti A. Wahab Seulimeum dan Syeikh Ibrahim Lamnga, tidak mendapatkan pendidikan modern secara langsung. Namun mereka mampu menangkap setiap dentuman dari semangat kemoderenan itu, lalu, menjadikannya sebagai inspirasi dan corak berfikirnya pula.
Compton sendiri menyaksikan, sampai dua dekade setelah Daud Beureueh menggerakkan pembaruan Islam di Aceh, dia masih saja tegak berdiri di atas rel-nya itu. “Daud Beureuh bicara dengan gelora dan kesungguhan tentang perlunya pembaharuan,” kata Compton.
Gagasan modernisme Islam yang didorong oleh Daud Beureueh, harus dipahami dalam konteks kesejarahan paska selesainya Perang Kolonial dengan Belanda. Dimana, dalam formasi dari Paul Van’t Veer, perang tersebut berlangsung tanpa henti, dari tahun 1873 ke tahun 1942. Sehingga dapat dikatakan, gerakan modernisme Islam di Aceh, sungguh berbeda dengan daerah lainnya, yang memiliki pengalaman serupa.
Modernisme Islam di Aceh berkelindan dengan gerakan politik, yang nantinya berujung kepada pembebasan dari jeratan praktik kolonialisme dan imperiarialisme bangsa asing. Jadi tentu saja, kita tidak dapat membayangkan bagaimana nasib Aceh, apabila, generasi Daud Beureueh tidak mengapresiasi kehadiran modernisme Islam kala itu.
Secara konsep, dan begitu pula praktiknya di Aceh, gagasan modernisme Islam adalah sebuah bangunan utuh tentang Islam dari berbagai aspek kehidupan. Yang kemudian diterjemahkan dalam dua aspek sekaligus; individu dan sosial politik. Secara individu, dibangunlah sebuah gugusan keberagamaan yang menekankan perlunya pemurnian tauhid dari jebakan takhyul dan khurafat. Lalu, diikuti pula dengan pembersihan ibadah yang dipenuhi praktik bid’ah.
Kemudian, konsekuensi logis dari permunian tauhid itu adalah pembebasan secara sosial dan politik. Dari situlah kemudianDaud Beureueh memimpin sebuah gerakan zaman baru di Aceh melalui organisasi PUSA.
Hal pertama yang dilakukannya adalah mendorong cara berfikir yang berkemajuan, melalui pendirian madrasah-madrasah, sebagai bentuk modernisasi dunia pendidikan di Aceh. Atas usahanya tersebut, yang dianggap sebagai membebaskan Aceh dari zaman kegelapan, maka Daud Beureueh diberi gelar sebagai “Bapak Kesadaran Aceh” (Isa Sulaiman, 1997: 49).
Kepercayaan Daud Beureueh terhadap Islam, yang didapatkannya dari semangat kemoderenan itu, digambarkan dengan apik oleh seorang intelektuil soliter di Aceh.
Baginya, Daud Beureueh adalah orang yang percaya ke “dalam,” yaitu Islam, sebagai jawaban untuk membangun Aceh yang lebih baik.
Maka dari itu, sampai akhir perjuangan Darul Islam, dia masih percaya dengan kekuatan Islam, sebagai basis kesadaran bagi manusia Aceh. Hal itu ditunjukkan melalui, apa yang disebutnya sebagai, Tuntutan Dasar Muqaddimah Pelaksanaan Unsur-unsurSyariat Islam.
Pokok-pokok pikiran yang ditulisnya pada tanggal 9 April 1962 itu, memiliki gagasan dasar tentang falsafah kehidupan manusia Aceh, yaitu, ketika Daud Beureuh memberi penekanan dengan kalimat sebagai berikut:
“Ketahuilah wahai rakjat Atjeh jang terjinta, bahwa Sjari’at Islam tjukup luas sempurna dan hidup, mentjukupi segala bidang hidup dan kehidupan manusia."  (Serambi) [tebarsuara.com]
 *) Dosen Politik Islam di IAIN Langsa dan Peneliti di Aceh Institute. Aktif menuliskan pikiran-pikirannya mengenai politik, sejarah dan biografi.

BARAT


Top