ads

Berita

NAD

Nasional

Internasional

Dunia Islam

Tuliasan%20Anda

Antara Serambi Mekkah dan Mak Kah

Oleh: ADNAN YAHYA*
Beurujuk.com | Aceh dikenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sebuah julukan apresiatif dari berbagai pihak terhadap keistimewaan Aceh sejak masa kerajaan Aceh hingga saat ini.
Konon, para sejarawan menganalisa beberapa penyebab julukan tersebut disematkan kepada Aceh, diantaranya, pertama, Aceh merupakan tempat Islam pertama singgah di Nusantara tepatnya di Pantai Timur Aceh (Peureulak dan Pasai). Kedua, konon Mufti Turki pernah mengakui bahwa kerajaan Aceh merupakan pengayom kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara tempo dulu.Ketiga, pelabuhan Aceh pernah menjadi pusat pemberangkatan jamaah haji dan pusat perdagangan nusantara. Keempat, Aceh merupakan daerah yang sangat kental dengan ‘ajaran Islam’.Kelima, Aceh pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam nusantara tatkala didirikan Jami’ah Baiturrahman.
Namun apapun alasannya, yang pasti julukan apresiatif tersebut perlu dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh. Agar Aceh yang diharapkan sesuai dengan harapan dan realitas masyarakatnya. Jangan sampai julukan tersebut hanya menjadi ungkapan ‘kebanggaan simbolik’ semata namun tidak subtantif dalam praktik di lapangan.
Jangan sampai julukan Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya disebabkan oleh perilaku oknum tertentu. Sebab, memelihara sebuah penghargaan atas prestasi lebih sulit daripada menggapai prestasi tersebut.
Oleh karena itu, Aceh akan menjadi ‘Serambi Mak Kah’ ketika Aceh mau ‘dikuasai’ dan ‘diduduki’ oleh individu dan golongan tertentu sedang individu dan golongan yang lain tidak diboleh. Mereka mengira Aceh milik pribadi dan golongan. Berikut karakteristik ‘Serambi Mak Kah’, yaitu pertama, ketika pemerintah berubah menjadi diperintah. Artinya, pemerintah tidak lagi menjadi subyek namun hanya menjadi obyek. Pemerintah tidak lagi pemberani namun hanya penakut.
Pemerintah tidak lagi menjadi lapangan bola bagi seluruh masyarakat walaupun sesuai aturan, namun hanya menjadi bola yang bisa ditendang oleh siapa saja tergantung yang menguasainya. Dalam bahasa lain, pemerintah Aceh baik tingkat provinsi hingga tingkat gampong ‘kalah’ dengan para oknum dan golongan provokator perusak kedamaian dan kesejukan antar-masyarakat dan golongan. Karena itu, pemerintah tidak boleh tergiur dengan bisikan setan bertopeng manusia.
Pemerintah Aceh hanya boleh diperintah oleh Undang-Undang sebagai konstitusi negara, dan Allah Swt sebagai Tuhan para pemegang tampuk pemerintahan Aceh disegala tingkatan.
ACEH dikenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sebuah julukan apresiatif dari berbagai pihak terhadap keistimewaan Aceh sejak masa kerajaan Aceh hingga saat ini.
Konon, para sejarawan menganalisa beberapa penyebab julukan tersebut disematkan kepada Aceh, diantaranya, pertama, Aceh merupakan tempat Islam pertama singgah di Nusantara tepatnya di Pantai Timur Aceh (Peureulak dan Pasai). Kedua, konon Mufti Turki pernah mengakui bahwa kerajaan Aceh merupakan pengayom kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara tempo dulu.Ketiga, pelabuhan Aceh pernah menjadi pusat pemberangkatan jamaah haji dan pusat perdagangan nusantara. Keempat, Aceh merupakan daerah yang sangat kental dengan ‘ajaran Islam’.Kelima, Aceh pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam nusantara tatkala didirikan Jami’ah Baiturrahman.
Namun apapun alasannya, yang pasti julukan apresiatif tersebut perlu dijaga dan dirawat oleh masyarakat Aceh. Agar Aceh yang diharapkan sesuai dengan harapan dan realitas masyarakatnya. Jangan sampai julukan tersebut hanya menjadi ungkapan ‘kebanggaan simbolik’ semata namun tidak subtantif dalam praktik di lapangan.
Jangan sampai julukan Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya disebabkan oleh perilaku oknum tertentu. Sebab, memelihara sebuah penghargaan atas prestasi lebih sulit daripada menggapai prestasi tersebut.
Oleh karena itu, Aceh akan menjadi ‘Serambi Mak Kah’ ketika Aceh mau ‘dikuasai’ dan ‘diduduki’ oleh individu dan golongan tertentu sedang individu dan golongan yang lain tidak diboleh. Mereka mengira Aceh milik pribadi dan golongan. Berikut karakteristik ‘Serambi Mak Kah’, yaitu pertama, ketika pemerintah berubah menjadi diperintah. Artinya, pemerintah tidak lagi menjadi subyek namun hanya menjadi obyek. Pemerintah tidak lagi pemberani namun hanya penakut.
Pemerintah tidak lagi menjadi lapangan bola bagi seluruh masyarakat walaupun sesuai aturan, namun hanya menjadi bola yang bisa ditendang oleh siapa saja tergantung yang menguasainya. Dalam bahasa lain, pemerintah Aceh baik tingkat provinsi hingga tingkat gampong ‘kalah’ dengan para oknum dan golongan provokator perusak kedamaian dan kesejukan antar-masyarakat dan golongan. Karena itu, pemerintah tidak boleh tergiur dengan bisikan setan bertopeng manusia.
Pemerintah Aceh hanya boleh diperintah oleh Undang-Undang sebagai konstitusi negara, dan Allah Swt sebagai Tuhan para pemegang tampuk pemerintahan Aceh disegala tingkatan.
Keempat, ketika merebut masjid lebih penting daripada memakmurkan masjid. Padahal masjid bukan untuk direbut-rebut namun hanya untuk dimakmurkan dengan agenda keummatan. Prinsipnya, siapapun yang menjadi pengurus masjid tidak menjadi persoalan, selama masjid itu dimakmurkan dengan agenda keummatan.
Siapapun yang mengelola dan menguasai masjid tidak menjadi permasalahan, selama masjid itu mempraktikkan perintah Allah Saw dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Maka yang prioritas adalah memakmurkan masjid setelah dirikan, bukan merebut dan meributkan masjid ketika hendak didirikan.
Kelima, ketika individu mengklaim diri paling benar. Poin kelima ini merupakan penyakit yang sudah mendarah daging di masyarakat ‘awam’. Mereka menganggap pemahaman mereka paling benar dan yang lain salah. Menganggap diri dan golongan sendiri paling ahlussunnah wal jamaah sedang orang dan golongan lain ahlunnar yang harus diperangi.
Padahal, berapa banyak orang yang mengakui diri sebagai ahlussunnah wal jamaah tetapi tidak pernah shalat, puasa jarang, berzakat malas, tidak pernah hadir ke pengajian, shalat berjamaah di masjid tidak pernah dilaksanakan, dan amalan-amalan sunnah tidak pernah dipraktikkan. Sebenarnya mereka lebih berhak untuk ‘diperangi’.
Persoalan ini menurut hemat saya, disebabkan oleh pemahaman keliru dan sepihak yang diterima oleh masyarakat ‘awam’. Mereka mendapatkan informasi yang kurang akurat terhadap ormas-ormas Islam yang ada di Aceh. Sehingga muncul rentetan peristiwa perebutan dan pelarangan pendirian masjid. Semisal yang terjadi di Juli, Keude Dua, Kabupaten Bireuen, dimana sekolompok masyarakat menolak masjid yang akan dikelola oleh Persyarikatan Muhammadiyah dengan alasan Muhammadiyah bukan ahlussunnah wal jamaah. Ini merupakan pemahaman yang sangat keliru.
Padahal, muhammadiyah bukanlah agama baru. Muhamamdiyah bukanlah aliran baru. Muhammadiyah bukan ‘firqah’ baru. Muhammadiyah bukan pula organisasi baru, umurnya lebih tua dari NU (Nadlatul Ulama), didirikan sejak 1912. Muhammadiyah sama dengan organisasi Islam lain di Indonesia. Muhammadiyah hanya gerakan Islam dengan tujuan untuk mewujudkan Islam yang sebenar-benarnya di kalangan umat Islam. Membaca dan belajar langsung ke sejumlah referensi yang dikeluarkan Muhammadiyah merupakan modal dasar untuk mengenal Muhammadiyah secara utuh.
Oleh karena itu, mari kita rawat dan jaga bersama-sama julukan Serambi Mekkah untuk Aceh. Jangan sampai Serambi Mekkah berubah menjadi ‘Serambi Mak Kah’ hanya karena oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab. Semoga! (Serambi)
*) Penulis Merupakan Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, asal Blang Jruen, Aceh Utara. Email: adnanyahya50@yahoo.co.id]

Menyelami Pantai laut Rubiah Yang Indah di Sabang


Menyelami Pantai Rubiah, Megahnya Kerajaan Bawah Laut Sabang



Beurujuk.com | Pantai Rubiah merupakan taman laut yang ada di sebelah barat Kota Sabang.
Terletak di pulau kecil tak berpenghuni yang termasuk dalam kawasan Pulau Weh.
Rubiah sendiri diambil dari nama seorang perempuan, Cut Nyak Rubiah yang dimakamkan di pulau tersebut.
Objek wisata ini merupakan kerajaan bawah laut habitat ikan hias seperti nemo, angel fish, lion fish, dan merupakan lokasi transplantasi karang yaitu rehabilitasi terumbu karang dengan cara pencangkokan.
Daya tariknya berupa taman laut membuat snorkeling dan diving menjadi aktivitas favorit.
Pun begitu jika anda tak mahir berenang atau menyelam, anda tetap bisa menikmati keindahan bawah laut hingga kedalaman 10-15 meter dengan menggunakan perahu kaca.
Mengitari Pulau Rubiah yang kejernihan airnya membuat sinar matahari tembus hingga dasar laut.
Pesona taman laut yang menakjubkan membuat pulau dengan luas 0,357 Km persegi itu sebagai surganya kerajaan laut.
Ya, tak lengkap berwisata bahari ke Sabang tanpa mengunjungi Pulau Rubiah.
Permukaan airnya yang tenang lagi jernih tak ubahnya cermin yang memantulkan kehidupan biota di dalamnya.
Aneka ikan hias seperti nemo, dan kawannya bermain-main di sela terumbu karang yang cantik.
Jernihnya air di taman laut ini membuat sinar matahari menembus hingga dasar laut.
Snorkeling dan diving menjadi aktivitas favorit yang banyak dilakoni pelancong yang bertandang ke pulau kecil tak berpenghuni itu.
Untuk memuaskan hobi bermain air, anda tak perlu repot-repot memboyong perlengkapan.
Pasalnya di Pantai Iboih yang merupakan pintu masuk ke Rubiah, berjejer para penyewa jasa perlengkapan olah raga air itu, cukup membayar Rp 40 ribu saja anda sudah siap snorkeling seharian.
Jika ingin diving, anda bisa memilih paket yang ditawarkan berupa perlengkapan, training, guide, perahu, hingga foto bawah laut dengan tarif maksimal Rp 500.000, tergantung item yang dipilih.
Siap-siap berenang bersama ikan-ikan.
Perjalanan dari Iboih ke Rubiah memakan waktu sekitar 15 menit, lain hanya jika ada ingin hopping island.
Di bibir pantai, anda bisa menjejakkan kaki ke pasir putih yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Air laut hijau tosca yang berkecipak ditingkap langit biru.
Sesekali terlihat bocah pribumi bermanuver dengan melakukan berbagai gaya.
Begitu juga dengan para wisatawan yang lebur menikmati keindahan taman laut yang membuat pengunjungnya lupa daratan.
Namun jika anda tak pandai atau tak suka berenang atau pun menyelam tak perlu khawatir. Anda tetap bisa menikmati pesona bawah laut Rubiah dengan berkeliling pulau.
Spead boat berlantai kaca siap membawa anda menyisir setiap lekuk Rubiah. Menikmati keindahan taman laut yang telah banyak dituturkan pelancong.
Hal ini tak lain karena jernihnya air sehingga memungkinkan pengunjung melihat dengan mata telanjang keindahan bawah laut pantai ini mulai kedalaman 10-15 meter.
Asyiknya lagi spead boat kaca ini memuat hingga 10 penumpang. Mari rayakan keindahan. (Serambi)

Daud Beureueh Bapak Kesadaran Aceh

Daud Beureueh Bapak Kesadaran Aceh - daud-beureueh_20160622_121423.jpg
Oleh: MUHAMMAD ALKAF*
Beurujuk.com | DAUD BEUREUEH adalah kepada siapa tokoh Aceh di awal abad ke 20 belajar dan menunjukkan rasa kesetiannya. Mulai dari Husin Al-Mujahid, M. Ali Piyeung, Ali Hasjmy, Ayah Gani hingga para pelajar di Normal Islam Institute, Bireuen.
Hasan Saleh, misalnya, memiliki rasa hormat yang besar kepada gurunya di Madrasah Sa'adah Abadiah Sigli itu. “Indonesia tidak akan merdeka kalau tidak ada Daud Beureueh,” katanya lugas.
Betapapun diantara keduanya memiliki pandangan politik yang berbeda tajam. Hasan Saleh tidak sendiri dalam memberi pemaknaan kepada Daud Beureuh. Peneliti asal Amerika, Boyd R. Comton bahkan memberikan penjelasan yang lebih bertenaga lagi tentang tokoh utama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) itu. Menurut Compton, Daud Beureuh itu adalah Singa Aceh.
Daud Beureueh lahir dan tumbuh di saat Aceh berada dalam pendudukan Belanda. Dia dapat dikatakan, melihat secara langsung kedukaan yang mendalam dari orang Aceh karena hal tersebut. Sebuah suasana kebatinanyang oleh Ibrahim Alfian digambarkan sebagai “kehancuran, depresi dan sakit mental” (Reid, 2012: 13).
Lahir dalam kondisi demikian, maka Daud Beureueh, tentu bersama angkatannya, bangkit untuk kembali membangun Aceh yang sudah porak poranda itu. Untuk mendorong agendanya tersebut, maka Daud Beureueh-pun, menggunakan istilah dari Fachry Ali, meminjam tangan dari luar.
Yang dimaksud “meminjam tangan dari luar” adalah gagasan pembaharuan dari gerakan Islam modernis, hal yang telah terlebih dahulu berkembang di kawasan lainnya di Indonesia: Sumatera Barat dan Yogyakarta. Perjumpaan Daud Beureuehdengan gagasan pembaharuan itu sebenarnya menarik.
Daud Beureueh, juga tokoh lain seperti A. Wahab Seulimeum dan Syeikh Ibrahim Lamnga, tidak mendapatkan pendidikan modern secara langsung. Namun mereka mampu menangkap setiap dentuman dari semangat kemoderenan itu, lalu, menjadikannya sebagai inspirasi dan corak berfikirnya pula.
Compton sendiri menyaksikan, sampai dua dekade setelah Daud Beureueh menggerakkan pembaruan Islam di Aceh, dia masih saja tegak berdiri di atas rel-nya itu. “Daud Beureuh bicara dengan gelora dan kesungguhan tentang perlunya pembaharuan,” kata Compton.
Gagasan modernisme Islam yang didorong oleh Daud Beureueh, harus dipahami dalam konteks kesejarahan paska selesainya Perang Kolonial dengan Belanda. Dimana, dalam formasi dari Paul Van’t Veer, perang tersebut berlangsung tanpa henti, dari tahun 1873 ke tahun 1942. Sehingga dapat dikatakan, gerakan modernisme Islam di Aceh, sungguh berbeda dengan daerah lainnya, yang memiliki pengalaman serupa.
Modernisme Islam di Aceh berkelindan dengan gerakan politik, yang nantinya berujung kepada pembebasan dari jeratan praktik kolonialisme dan imperiarialisme bangsa asing. Jadi tentu saja, kita tidak dapat membayangkan bagaimana nasib Aceh, apabila, generasi Daud Beureueh tidak mengapresiasi kehadiran modernisme Islam kala itu.
Secara konsep, dan begitu pula praktiknya di Aceh, gagasan modernisme Islam adalah sebuah bangunan utuh tentang Islam dari berbagai aspek kehidupan. Yang kemudian diterjemahkan dalam dua aspek sekaligus; individu dan sosial politik. Secara individu, dibangunlah sebuah gugusan keberagamaan yang menekankan perlunya pemurnian tauhid dari jebakan takhyul dan khurafat. Lalu, diikuti pula dengan pembersihan ibadah yang dipenuhi praktik bid’ah.
Kemudian, konsekuensi logis dari permunian tauhid itu adalah pembebasan secara sosial dan politik. Dari situlah kemudianDaud Beureueh memimpin sebuah gerakan zaman baru di Aceh melalui organisasi PUSA.
Hal pertama yang dilakukannya adalah mendorong cara berfikir yang berkemajuan, melalui pendirian madrasah-madrasah, sebagai bentuk modernisasi dunia pendidikan di Aceh. Atas usahanya tersebut, yang dianggap sebagai membebaskan Aceh dari zaman kegelapan, maka Daud Beureueh diberi gelar sebagai “Bapak Kesadaran Aceh” (Isa Sulaiman, 1997: 49).
Kepercayaan Daud Beureueh terhadap Islam, yang didapatkannya dari semangat kemoderenan itu, digambarkan dengan apik oleh seorang intelektuil soliter di Aceh.
Baginya, Daud Beureueh adalah orang yang percaya ke “dalam,” yaitu Islam, sebagai jawaban untuk membangun Aceh yang lebih baik.
Maka dari itu, sampai akhir perjuangan Darul Islam, dia masih percaya dengan kekuatan Islam, sebagai basis kesadaran bagi manusia Aceh. Hal itu ditunjukkan melalui, apa yang disebutnya sebagai, Tuntutan Dasar Muqaddimah Pelaksanaan Unsur-unsurSyariat Islam.
Pokok-pokok pikiran yang ditulisnya pada tanggal 9 April 1962 itu, memiliki gagasan dasar tentang falsafah kehidupan manusia Aceh, yaitu, ketika Daud Beureuh memberi penekanan dengan kalimat sebagai berikut:
“Ketahuilah wahai rakjat Atjeh jang terjinta, bahwa Sjari’at Islam tjukup luas sempurna dan hidup, mentjukupi segala bidang hidup dan kehidupan manusia."  (Serambi) [tebarsuara.com]
 *) Dosen Politik Islam di IAIN Langsa dan Peneliti di Aceh Institute. Aktif menuliskan pikiran-pikirannya mengenai politik, sejarah dan biografi.

Inilah 65 Perda Aceh Yang di Hapus Pemerintah Pusat

Ini Daftar Perda di Sumatera yang Dicabut Kemendagri
Beurujuk.com| Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa 3.143 Perda telah dihapus. 1.765 di antaranya dihapus oleh Kemendagri.

Perda yang dihapus Kemendagri merata di semua provinsi. Alasan penghapusan adalah untuk menyederhanakan aturan, memangkas izin dan meningkatkan investasi atau sering disebut'easy of doing bussiness'.

Sementara itu, selain 1.765 Perda yang dihapus oleh Kemendagri, sisanya dihapus oleh Gubernur. Perda yang dihapus oleh Gubernur sebagian besar adalah Perda yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.

detikcom berdasarkan data dari Kemendagri, mengelompokkan Perda yang dihapus berdasarkan kelompok provinsi dalam beberapa pulau. Berikut daftar Perda yang dihapus Kemendagri di Pulau Sumatera:

1 PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 15 Tahun 2013
2 PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 6 Tahun 2008
3 PERKEBUNAN 6 Tahun 2012
4 PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 14 Tahun 2013
5 IRIGASI 4 Tahun 2011
6 RETRIBUSI JASA UMUM 1 Tahun 2014
7 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 4 Tahun 2014
8 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI JASA UMUM 7 Tahun 2011
9 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 10 Tahun 2013
10 ACEH Kab. Aceh Barat Daya PAJAK HIBURAN 7 Tahun 2009
11 ACEH Kab. Aceh Barat Daya RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 14 Tahun 2013
12 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 9 Tahun 2011
13 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 12 Tahun 2011
14 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2010
15 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 11 Tahun 2011
16 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2010
17 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 22 Tahun 2012
18 ACEH Kab. Aceh Besar PAJAK HOTEL, RESTORAN, HIBURAN DAN REKLAME 5 Tahun 2011
19 ACEH Kab. Aceh Besar PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2010
20 ACEH Kab. Aceh Jaya RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 4 Tahun 2013
21 ACEH Kab. Aceh Selatan RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 3 Tahun 2011
22 ACEH Kab. Aceh Singkil RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 5 Tahun 2012
23 ACEH Kab. Aceh Singkil PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2010
24 ACEH Kab. Aceh Tamiang RETRIBUSI PERGANTIAN BIAYA CETAK TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL 9 Tahun 2008
25 ACEH Kab. Aceh Tamiang RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 22 Tahun 2011
26 ACEH Kab. Aceh Tamiang IZIN GANGGUAN 10 Tahun 2011
27 ACEH Kab. Aceh Tamiang PAJAK HIBURAN 7 Tahun 2011
28 ACEH Kab. Aceh Tamiang PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 14 Tahun 2010
29 ACEH Kab. Aceh Tengah PAJAK DAERAH 3 Tahun 2010
30 ACEH Kab. Aceh Tengah RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI 4 Tahun 2009
31 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 5 Tahun 2009
32 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 2 Tahun 2013
33 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 8 Tahun 2011
34 ACEH Kab. Aceh Timur PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 9 Tahun 2010
35 ACEH Kab. Aceh Timur PAJAK-PAJAK DAERAH 10 Tahun 2011
36 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI JASA UMUM 9 Tahun 2011
37 ACEH Kab. Aceh Utara RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 15 Tahun 2012
38 ACEH Kab. Aceh Utara RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 16 Tahun 2012
39 ACEH Kab. Banda Aceh PAJAK HIBURAN 10 Tahun 2012
40 ACEH Kab. Bireuen PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 1 Tahun 2013
41 ACEH Kab. Bireun RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 14 Tahun 2011
42 ACEH Kab. Bireun RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2011
43 ACEH Kab. Gayo Lues RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 5 Tahun 2011
44 ACEH Kab. Gayo Lues PAJAK DAERAH 4 Tahun 2011
45 ACEH Kab. Langsa PAJAK DAERAH 4 Tahun 2012
46 ACEH Kab. Pidie PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 6 Tahun 2011
47 ACEH Kab. Pidie PAJAK HIBURAN 11 Tahun 2011
48 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 20 Tahun 2011
49 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 32 Tahun 2011
50 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 25 Tahun 2011
51 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 30 Tahun 2011
52 ACEH Kab. Pidie Jaya RETRIBUSI JASA UMUM 3 Tahun 2014
53 ACEH Kab. Pidie Jaya RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 2 Tahun 2013
54 ACEH Kab. Nagan Raya PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2009
55 ACEH Kab.Simeulue PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 7 Tahun 2009
56 ACEH Kab. Simeuleu RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 12 Tahun 2012
57 ACEH Kab. Simeuleu RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 22 Tahun 2012
58 ACEH Kota Banda Aceh PAJAK HIBURAN 10 Tahun 2011
59 ACEH Kota Banda Aceh RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 2 Tahun 2014
60 ACEH Kota Langsa RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA LANGSA 8 Tahun 2010
61 ACEH Kota Sabang PAJAK DAERAH 4 Tahun 2012
62 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 2 Tahun 2013
63 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 12 Tahun 2010
64 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 13 Tahun 2011
65 ACEH Kota Subulussalam RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 13 Tahun 2010
Untuk Bagian Sumatra Lainnya bisa lihat selengkapnya disini. (detik) [tebarsuara.com]

Ini Putusan Komnas HAM terhadap Tragedi Simpang KKA Aceh

Beurujuk.com | Hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus penembakan di Simpang PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, pada 1999 silam menyatakan ada bentuk pelanggaran HAM. Komnas HAM meminta kepada Kejagung untuk menyelidiki lebih lanjut keputusan Komnas HAM ini.

Dalam siaran pers yang diterima detikcom dari Komnas HAM, Rabu (22/6/2016), Komnas HAM juga telah mengajukan hasil penyelidikan kasus ini ke DPR sebagai pemberitahuan bahwa Komnas HAM telah selesai melakukan penyelidikan. Komnas HAM juga mengajukan permohonan dukungan untuk segera ditindaklanjuti dan kemudian dibentuk Pengadilan HAM Adhoc untuk peristiwa Simpang KKA yang terjadi sebelum terbitnya UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut oleh Tim Ad Hoc Komnas HAM menyimpulkan:

1. Terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat (masa lalu), sebagai berikut:

a. pembunuhan (Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf a UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM);
b. penganiayaan (persekusi) (Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf h 
UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM).

2. Bentuk perbuatan (type of acts) dan pola (pattern) kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi
dalam peristiwa Simpang KKA adalah sebagai berikut:

a. Pembunuhan
Penduduk sipil yang menjadi korban pembunuhan sebagai akibat dari tindakan aparat TNI yang terjadi di Simpang KKA sekurang-kurangnya sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang sebagai akibat penembakan.

b. Penganiayaan (Persekusi)
Penduduk sipil yang menjadi korban penganiayaan (persekusi) sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh aparat negara yang terjadi di Simpang KKA tercatat sekurang-kurangnya sebanyak 30 (tiga puluh) orang.

3. Berdasarkan rangkaian kejahatan yang terjadi serta gambaran korban yang berhasil diidentifikasi dan rangkaian persilangan bukti-bukti yang ada, maka nama-nama yang diduga terlibat sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab dalam peristiwa Simpang KKA, terutama namun tidak terbatas pada nama-nama sebagai berikut:

A. Individu/Para Komandan Militer Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawabannya

A.1 Komandan pembuat kebijakan

a. TNI pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
b. Pangdam I / Bukit Barisan pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

A.2. Komandan yang memiliki kemampuan kontrol secara efektif (duty of control) terhadap anak buahnya

a. Danrem 011 / Lilawangsa pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
b. Dandim 0103/Aceh Utara pada Peristiwa Simpang KKA 1999.
c. Komandan Batalyon Infantri 113/JS pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
d. Komandan Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
e. Danramil Dewantara Kodim 0103/Aceh Utara

B. Individu/Komandan/Anggota Kesatuan Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Sebagai Pelaku Lapangan. (Status Aceh) [tebarsuara.com]

Aceh Dan Turki Dalam Sejarah Dua Kekuatan Islam Di Masa Lalu

Beurujuk.com | Kisah yang terikat erat dalam kesatuan akidah yang kuat, itulah hubungan Aceh Darusalam dengan kekhalifahan Islam Turki Ustmaniyah. Adalah sebuah arsip Utsmani berisi petisi Sultan Alaiddin Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni, yang dibawa Huseyn Effendi, membuktikan jika Aceh mengakui penguasa Utsmani di Turki sebagai kekhalifahan Islam.

Dokumen tersebut juga berisi laporan soal armada Salib Portugis yang sering mengganggu dan merompak kapal pedagang Muslim yang tengah berlayar di jalur pelayaran Turki-Aceh dan sebaliknya. Portugis juga sering menghadang jamaah haji dari Aceh dan sekitarnya yang hendak menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Sebab itu, Aceh mendesak Turki Utsmaniyah mengirim armada perangnya untuk mengamankan jalur pelayaran tersebut dari gangguan armada kafir.

Sultan Sulayman Al-Qanuni wafat pada 1566 M digantikan Sultan Selim II yang segera memerintahkan armada perangnya untuk melakukan ekspedisi militer ke Aceh. Sekitar bulan September 1567 M, oleh Laksamana Turki di Suez, Kurtoglu Hizir Reis, diperintahkan berlayar menuju Aceh membawa sejumlah ahli senapan api, tentara, dan perlengkapan artileri.
Pasukan ini oleh Sultan diperintahkan berada di Aceh selama masih dibutuhkan oleh Sultan Aceh. Walau berangkat dalam jumlah amat besar, yang tiba di Aceh hanya sebagiannya saja, karena di tengah perjalanan, sebagian armada Turki dialihkan ke Yaman guna memadamkan pemberontakan yang berakhir pada 1571 M.

Sementara di Aceh, kehadiran armada Turki disambut meriah. Oleh Sultan Aceh menganugerahkan Laksamana Kurtoglu Hizir Reis sebagai gubernur (wali) Nanggroe Aceh Darussalam, utusan resmi Sultan Selim II yang ditempatkan di wilayah tersebut. Pasukan Turki tiba di Aceh secara bergelombang (1564-1577) berjumlah sekitar 500 orang, namun seluruhnya ahli dalam seni bela diri dan mempergunakan senjata, seperti senjata api, penembak jitu, dan mekanik. Dengan bantuan tentara Turki, Kesultanan Aceh menyerang Portugis di pusatnya
Malaka.

Setelah kemenangan didapat, agar aman dari gangguan para perompak lalu Turki Ustmani juga mengizinkan kapal-kapal Aceh mengibarkan bendera Turki Utsmani di kapalnya. Laksamana Turki untuk wilayah Laut Merah, Selman Reis, dengan cermat terus memantau tiap pergerakan armada perang Portugis di Samudera Hindia. Hasil pantauannya itu dilaporkan Selman ke pusat pemerintahan kekhalifahan di Istanbul, Turki.

Salah satu bunyi laporan yang dikutip Saleh Obazan sebagai berikut:

“Portugis juga menguasai pelabuhan (Pasai) di pulau besar yang disebut Syamatirah (Sumatera). Dikatakan, mereka mempunyai 200 orang kafir di sana (Pasai). Dengan 200 orang kafir, mereka juga menguasai pelabuan Malaka yang berhadapan dengan Sumatera.
Karena itu, ketika kapal-kapal kita sudah siap dan, in sya Allah, bergerak melawan mereka, maka kehancuran total mereka tidak akan terelakkan lagi, karena satu benteng tidak bisa menyokong yang lain, dan mereka tidak dapat membentuk perlawanan yang bersatu.”

Namun Portugis tetap sombong. Raja Portugis Emanuel I dengan angkuh berkata, “Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk menyebarkan agama Kristen, dan merampas kekayaan orang-orang Timur”. Itu semua terkait dengan Perang Salib.

Sementara utusan yang bernama Huseyn Effendi yang fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji. Pada Juni 1562 M, utusan Aceh tersebut tiba di Istanbul untuk meminta bantuan militer Utsmani guna menghalau Portugis. Di perjalanan, Huseyn Effendi sempat dihadang armada Portugis. Setelah berhasil lolos, ia pun sampai di Istanbul yang segera mengirimkan bala-bantuan yang diperlukan, guna mendukung Kesultanan Aceh membangkitkan izzahnya sehingga mampu membebaskan Aru dan Johor pada 1564 M.

Dalam peperangan di laut, armada perang Kesultanan Aceh terdiri dari kapal perang kecil yang mampu bergerak dengan gesit dan juga kapal berukuran besar. Kapal-kapal dari yang berukuran 500 sampai 2000 ton. Sedangkan kapal-kapal besar dari Turki yang dilengkapi meriam dan persenjataan lainnya dipergunakan Aceh untuk menyerang penjajah dari Eropa yang ingin merampok wilayah-wilayah Muslim di seluruh Nusantara. Aceh benar-benar tampil sebagai kekuatan maritim yang besar dan sangat ditakuti Portugis di Nusantara karena mendapat bantuan penuh dari armada perang Turki Utsmani dengan segenap peralatan perangnya.

Kemudian pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), di mana Kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kegemilangan, juga pernah mengirimkan satu armada kecil terdiri dari tiga kapal, menuju Istanbul. Rombongan ini tiba di Istanbul setelah berlayar selama 12 tahun setengah lewat Tanjung Harapan. Ketika misi ini kembali ke Aceh, mereka diberi bantuan sejumlah senjata, dua belas penasehat militer Turki, dan sepucuk surat yang merupakan sikap resmi Kekhalifahan Utsmaniyah yang menegaskan bahwa antara kedua Negara Islam tersebut merupakan satu keluarga dalam Islam.

Kedua belas pakar militer itu diterima dengan penuh hormat dan diberi penghargaan sebagai pahlawan Kerajaan Islam Aceh. Mereka tidak saja ahli dalam persenjataan, siasat, dan strategi militer, tetapi juga pandai dalam bidang konstruksi bangunan sehingga mereka bisa membantu Sultan Iskandar Muda dalam membangun benteng tangguh di Bandar Aceh (Kuta Radja) dan istana Kesultanan.

Kesultanan Aceh mendapat keistimewaan untuk mengibarkan bendera Turki Utsmani pada kapal-kapalnya sebagai tanda hubungan erat keduanya. Juga dampak dari keberhasilan Khilafah Utsmaniyah menghadang armada Salib Portugis di Samudera Hindia tersebut amatlah besar.

Di antaranya mampu mempertahankan tempat-tempat suci dan rute ibadah haji dari Asia Tengg ara ke Mekkah; memelihara kesinambungan pertukaran perniagaan antara India dengan pedagang Eropa di pasar Aleppo, Kairo, dan Istambul; dan juga mengamankan jalur perdagangan laut utama Asia Selatan, dari Afrika dan Jazirah Arab-India-Selat Malaka-Jawa-dan ke Cina. Kesinambungan jalur-jalur perniagaan antara India dan Nusantara dan Timur Jauh melalui Teluk Arab dan Laut Merah juga aman dari gangguan. (Status Aceh)

Hapus Perda Syariah, Mahasiswa Aceh Ancam Pisah Dari NKRI

Ilustrasi. @elshinta.com
Ilustrasi (foto, portal1)
Beurujuk.com | Kabar terkait penghapusan 3.000 Perda oleh Mendagri menuai reaksi serius dari beberapa petinggi aktivis mahasiswa di Aceh. Walaupun Perda yang akan dihapus tersebut bukan qanun yang berlaku di Aceh, namun mahasiswa di Aceh tetap merasa geram. Pasalnya, ribuan Perda yang bakal dihapus tersebut ditenggarai adalah Perda bernuansa Islam. 

“Kami tidak layak lagi bersatu dengan negara kufur yang menistakan Islam. Pemimpin mereka Jokowi telah mengarahkan bangsanya menuju laknat Allah,” ucap Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry kepada portalsatu.com, Jumat, 17 Juni 2016. 

Tak hanya itu, ia mengancam akan membuat referendum dan mengajak masyarakat Islam untuk bersatu melawan pemerintah yang dinilai sudah bertindak sewenang-wenang. Bagi Said hal tersebut tak bisa dibiarkan karena dapat menghancurkan generasi muda Islam ke depannya. 

“Kami akan mendirikan kedaulatan negara sendiri yang berlandaskan Islam. Kami akan membuat referendum merdeka. Kami siap menampung saudara kami yang Islam untuk bergabung di sini,” ucapnya. 

Reaksi keras juga diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala, Hasrizal. Ia menilai Mendagri telah membuat kegaduhan dengan pernyataan penghapusan Perda tersebut. Ia juga menuding Tjahjo Kumolo telah mengusik ketentraman dan kerukunan umat dengan menghapus Perda tersebut. 

“Kami mengultimatum Mendagri Tjahjo Kumolo yang telah melakukan kegaduhan terkait pernyataan dan kebijakan yang mengusik ketentraman dan kerukunan umat,” ucapnya, Jumat, 17 Juni 2016. Kedua petinggi BEM kampus terbesar di Aceh ini secara senada meminta Pemerintah Pusat untuk menghargai dan menghormati aturan-aturan dan budaya daerah. Pemerintah Pusat diminta tidak semena-mena menghapus Perda. 

“Kami mendesak Pemerintah Pusat untuk menghormati aturan-aturan kebudayaan lokal khususnya aturan yang bernuansa Islam,” kata Hasrizal. Sebelumnya diberitakan, Mendagri Tjahjo Kumolo menbantah telah menghapus Perda yang bernuansa Islam. Tjahjo mengatakan Perda yang dihapus tersebut adalah Perda yang menyangkut investasi.  

 “Siapa yang hapus? Tidak ada yang hapus. Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta tentu tidak bisa. Ini semua soal investasi. Kita ga urus perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi pemerintah,” ucap Thajo, 15 Juni 2016.  

 Sebelumnya, akhir Mei lalu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa di antara Perda tersebut, ada Perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol. Meski demikian, Tjahjo menampik pencabutan Perda-Perda itu bukan berarti pemerintah mendukung peredaran minuman beralkohol.   

"(Perda) yang saya cabut itu karena mereka (pemerintah daerah) menyusun Perdanya bertentangan dengan peraturan dan perundangan," ujar Tjahjo di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, dilansir kompas.com, 20 Mei 2016.   Perda pelarangan miras yang akan dicabut, antara lain Perda di Papua, Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Sampai saat ini Kemendagri belum mempublikasi Perda apa saja yang dihapus tersebut. [tebarsuara.com

Relawan Sajan Illiza Bagikan Takjil Berbuka untuk Pemulung dan Warga Banda Aceh

Beurujuk.com | Banda Aceh - Relawan Sajan Illiza membagikan takjil untuk keluarga pemulung di Kampung Jawa, Banda Aceh. Para relawan ini juga membagikan 1.600 takjil untuk warga di setiap titik lampu lalu lintas di Kota Banda Aceh.
“Alhamdulillah pergerakan saling berbagi ini terus kita lakukan, dan apa yang kita lakukan ini didukung sepenuhnya oleh ibu Illiza Sa’aduddin Djamal,” ujar Brigade Sajan Illiza Miftah Arzaki Arza, Minggu 19 Juni 2016, di Banda Aceh.
Arza menambahkan, apa yang dilakukan relawan pemenangan Illiza Sa’aduddin Djamal calon wali kota Banda Aceh, kegiatan sosial ini agar bisa menjadi contoh bagi komunitas yang lain untuk terus berbagi.
Illiza Sa’aduddin Djamal yang juga Wali Kota Banda Aceh juga berpesan, terus membangun kebersamaan dan  saling peduli, saling berbagi.[]

Gubernur Aceh Ajak Masyarakat Memakmurkan Masjid

Beurujuk.com | Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah, mengajak masyarakat untuk menjadikan Bulan Ramadhan ini sebagai momen untuk mendekatkan diri dengan Masjid. Gubernur menghimbau agar masyarakat memakmurkan Masjid dan Mushalla yang telah dibangun, dengan membuat sejumlah program pendidikan Al-Qur’an dan program pendidikan Islami lainnya.

Hal tersebut disampaikan oleh pria yang akrab disapa Doto Zaini itu, dalam sambutan singkatnya pada acara Silaturrahmi dan Buka Puasa Bersama dengan Masyarakat Simpang Tiga, Minggu (19/6/2016).

Kegiatan yang dihadiri oleh seribuan masyarakat ini, dipusatkan di Masjid Jami' At-Taqwa, Gampong Bunien, Kecamatan Simpang Tiga. Dalam kesempatan tersebut Gubernur juga menyerahkan santunan kepada 400 anak yatim yang ada di Kecamatan Simpang Tiga.

“Jangan di siasiakan, bukan seberapa megah di bangun, tapi seberapa cintanya kita kepada Masjid yang baru dibangun sehingga tumbuh semangat kita untuk memakmurkannya. Buatlah sejumlah program pendidikan untuk mendekatkan masyarakat dan generasi muda dengan Masjid,” pesan Doto Zaini.

Gubernur menambahkan, bahwa Masjid bukan merupakan tempat untuk beribadah semata, namun Masjid juga merupakan sarana bagi masyarakat untuk membentengi diri dari masuknya aliran sesat dan peredaran narkoba.

“Bila para anak-anak kita rajin di Masjid, maka secara otomatis, mereka akan memiliki pemahaman yang lebih tentang ilmu agama, ini merupakan modal bagi mereka untuk menolak setiap ajaran sesat serta masuknya pengaruh buruk penyalahgunaan narkoba di wilayah ini,” tambah Gubernur.

Program Beasiswa Anak Yatim
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur juga menjelaskan, bahwa saat ini Pemerintah Aceh sedang menyusun berbagai program untuk mendukung keberlanjutan pendidikan anak yatim.
“Jangan sampai anak-anak kita ini terhenti sekolahnya 
hanya karena ketiadaan biaya, padahal mereka memiliki potensi yang sangat besar untuk maju dan sukses serta berdayaguna bagi pembangunan Aceh di masa depan.”

Untuk diketahui bersama, dalam beberaapa tahun ini Pemerintah Aceh telah mengucurkan dana untuk mendukung program pendidikan generasi muda Aceh. Tidak hanya para anak yatim, Pemerintah Aceh juga aktif memberikan beasiswa kepada para siswa berprestasi dan para hafidz Al-Qur’an untuk melanjutkan pendidikannya, baik di dalam maupun di luar negeri.

Sementara itu, untuk program pembangunan rumah dhuafa, Gubernur meminta Geuchik dan aparatur gampong terkait untuk mendata siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan pembangunan rumah tersebut.

"Setelah mendapatkan data, Pemerintah Aceh akan menurunkan tim untuk melakukan verifikasi, apakah seseorang benar-benar layak mendapatkan batuan ruah. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran,” kata Doto Zaini.

Tausyiah Singkat Kadis Syari’at Islam
Kegiatan silaturrahmi dan peberian santunan kepada anak yatim tersebut juga diisi dengan tausyiah singkat yag disampaikan oleh Prof Syahrizal Abbas, Kepala Dinas Syari'at Islam Aceh. Dalam tausyiahnya, Prof Syahrizal menekankan tentang keutamaan memakmurkan Masjid.

"Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memakmurkan Masjid, mulai dari Qiyamul Lail, pengajian rutin, TPQ dan TKI. Kemakmuran Masjid adalah salah satu sarana utama untuk mengganjal masuknya pengaruh buruk globalisasi dan moderinasi, yaitu narkoba, aliran sesat, pornografi, penyimpangan seksual dan berbagai hal buruk lainnya.”

Prof Syahrizal juga mengajak para hadirin untuk melaksanakan Tujuh Amalan harian Rasulullah. Syahrizal menegaskan, jika diamalkan, maka tujuh Sunnah ini akan akan membuat kelompok masyarakat yang mengamalkannnya mendapatkan berkah dari Allah.

“Yang pertama, setiap mukmin tidak boleh lepas dari wudhuknya, Rasulullah dalam sejarah hidupnya tidak pernah terlepas dari wudhu dalam keseharianya. Mengapa demikian? Karena wudhu atau keadaan bersuci akan menjadi benteng pertama dari masuknya perbuatan maksiat,” tambah Prof Syahrizal.

Selanjutnya, Shalat Sunat Dhuha, melaksanakan shalat secara berjama'ah karena hal ini akan memperkuat silaturrahmi dan mengeratkan rasa kekeluargaan antar masyarakat.

Hal lain yang juga menjadi amalan harian Rasulullah adalah gemar melaksanakan Shalat Tahajud, bahkan hingga kaki Rasulullah bengkak.

“Hal ini dibuktikan oleh beberapa hadits yang menyatakan, bahwa istri Rasulullah menyaksikan sendiri dengan perasaan sedih kaki suami tercintanya bengkak-bengkak karena melaksanakan Shalat Tahajjud. Jika Rasulullah yang sudah dijamin masuk Surga Shalatnya seperti itu, bagaimana dengan kita?” tanya Prof Syahrizal.

Amalan selanjutnya adalah, puasa sunnah Senin-Kamis, membaca dan mentadabburi Al-Qur'an serta menyantuni dan menyayangi anak yatim.

Prof Syahrizal menegaskan, jika suatu kelompok masyarakat melaksanakan tujuh amalan harian tersebut secara bersama-sama, maka Allah akan memberikan berkah yang berlimpah kepada mereka. (Status Aceh)

BARAT


Top