ads

Berita

NAD

Nasional

Internasional

Dunia Islam

Tuliasan%20Anda

Macet Terparah di Krueng Geukueh Mencapai 6 Km

Macet Terparah di Krueng Geukueh Mencapai 6 Km
Beurujuk.com Macet parah kembali terjadi di Simpang 4 Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Macet kali ini atau di lebaran ke-4, Sabtu (9/7/2016) sore, atrean diperkirakan mencapai 6 kilometer.

Pantauan GoAceh, macet sore tadi hingga malam, mulai dari Simpang Rancung atau perumahan PT Arun, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe sampai ke Simpang KKA atau Paloh Lada, Kecamatan Dewantara.

Melintasi delapan desa, meliputi Batuphat Timur, Batuphat Barat, Blang Naleung Mameh (Kecamatan Muara Satu), Tambon Baroh, Tambon Tunong, Keude Krueng Geukueh, Uteun Geulinggang, dan Paloh Lada (Kecamatan Dewantara).

Dari arah Medan, mobil terpaksa membuat dua deret di jalan dua jalur tersebut sampai ke jembatan perbatasan Lhokseumawe dan Aceh Utara. Antrean kendaraan diperkirakan mencapai 4 kilometer, dari Simpang Rancung ke Krueng Geukueh.

Sementara dari arah Banda Aceh atrean kendaraan tidak begitu parah, diperkirakan mencapai 2 kilometer dari Krueng Geukueh hingga ke Paloh Lada.

Kemacetan di Simpang Krueng Geukueh juga terjadi pada pagi hari sekitar pukul 11.00. Namun hanya terjadi dari arah Banda Aceh dengan atrean mencapai 3,5 kilometer. Mulai Ulee Pulo, Paloh Lada atau Simpang KKA hingga ke Simpang 4 Krueng Geukueh.

Sementara sore ini, kemacetan parah tidak terjadi di pusat Pasar Geudong, Kecamatan Samudera Aceh Utara, seperti pada sore lebaran kedua. Baik dari arah Medan atau dari arah Banda Aceh. Namun macet tetap saja terjadi sore ini di Geudong, dengan atrean diperkirakan seratusan meter saja. (Sumber: Go Aceh

Kepentingan Jokowi di Pilkada Aceh?

Beurujuk.com | Aceh bukanlah satu daerah yang berpenduduk besar, sehingga mampu mempengaruhi peta politik nasional. Tapi jika dilihat Aceh dari sudut pandang yang berbeda, Aceh sangat berpengaruh secara nasional. Pengaruh Aceh ditinjau dari sejarah sangat kuat dan memiliki ikatan emosional dengan kisah kelahiran negara ini. Tidak sebatas itu saja, Aceh juga satu-satunya provinsi yang tidak mampu ditaklukan oleh kolonial Belanda dan karena itu Aceh menjadi kunci keutuhan NKRI dan stabilitas keamanan. Keberadaan Aceh menjadi perekat bagi provinsi lain di Indonesia. Tidak salah jika Aceh dilabelkan sebagai Center of Gravity (COG) Indonesia.
Faktanya provinsi paling ujung ini mampu berkontribusi dan mempengaruhi dinamika politik nasional. Dibuktikan hadirnya calon perorangan/independent sebagai terobosan baru dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Tidak sebatas itu saja, hadirnya kebijakan politik bersifat asimetris mewarnai sekaligus mempengaruhi politik nasional.
Hal lain dari Aceh yang dipraktekkan secara nasional adalah pelaksanaan Pilkada serentak. Aceh mempopulerkan Pilkada serentak, walaupun Sumatra Barat yang pertama mempraktekan Pilkada serentak. Desain dari pelaksaan Pilkada serentak oleh pemerintah terbagi ke dalam beberapa fase pelaksaaan dimulai dari tahun 2015, 2017, 2018, dan 2019.
Di analisis ini mendalami bagaimana relasi kepentingan Jokowi secara politik kepada pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2017 nantinya.
Basis kepentingan Jokowi terhadap Provinsi Aceh harus di baca ke dalam political interests yang terbagi ke internal (personal) dan eksternal (negara/pemerintah). Dalam pendekatan teori political interests, menurut Matthew Holleque (2011) dalam artikelnya berjudul Rethinking the Stability of Political Interest, University of Wisconsin. Dirinya mengatakan kepentingan politik (political interests) salah satu prediktor prediksi paling kuat dan gigih dari partisipasi politik sekaligus sebagai sesuatu yang paling dibutuhkan oleh warga dalam berdemokrasi.
Logika politiknya, berbicara politik harus sejalan dengan kepentingan. Karena dimensi politik selalu bermuara pada kepentingan personal maupun skala besar negara ataupun kelompok tertentu. Disinilah berbagai bentuk kepentingan personal maupun negara secara politik beragam. Ia bisa selaras antara kepentingan personal maupun kepentingan negara/pemerintah, tetapi bisa berbeda tujuan dan manfaatnya. Semua sesuai kebutuhan yang diselimuti kepentingan itu sendiri.
Kepentingan Negara/Pemerintah
Berbicara kepentingan negara/pemeritah terhadap Aceh terbagi dua hal, yaitu menjaga keberlanjutan perdamaian di Aceh dan menjaga stabilitas keamanan. Kedua hal itu sangat diperlukan oleh pemerintah nasional. Dikarenakan jika Aceh bergejolak dan masuk ke pusaran konflik kembali, maka energi besar dari pemerintah nasional terkuras lagi. Energi kuras disini harus difahami waktu, tenaga, anggaran, dan lain-lain. Memastikan keberlangsungan perdamaian harus dipastikan pada aktor yang berkuasa secara politik siapa pun dirinya. Bagi si aktor politik harus berkomitmen serta bekerja untuk menjaga keberlangsungan perdamaian, menjaga keamanan, dan bagus komunikasinya dengan pemerintah nasional. Metode (caranya) sangat disesuaikan kebutuhan lapangan dan berkesinambungan.
Kepentingan Personal
Sosok personal Jokowi dalam logika rasional (rational logic), tentunya memiliki kepentingan di Aceh. Kepentingan personal dirinya untuk mempersiapkan infrastruktur politik di tahun 2019 periode kedua kepemimpinannya. Walaupun bukan ditinjau jumlah suara masyarakat Aceh yang diperoleh bagi Jokowi, tetapi legitimasi dukungan masyarakat Aceh sangat berpengaruh secara nasional. Kehadiran negara ini, jika tidak didukung secara teritorial kewilayahan dari Aceh dalam bingkai NKRI.
Maka berpotensi besar terjadinya disintegrasi bangsa, dimana Aceh pisah dari Indonesia berpeluang provinsi lain ikutserta memisahkan diri dari Indonesia. Kuncinya Aceh dan Papua, tidak salah kedua provinsi ini mendapatkan perlakuan khusus. Sejarah membukti kontribusi besar Aceh terhadap eksistensi Indonesia luar biasa besar. Jadi kesimpulnya, bahwa dukungan penuh masyarakat Aceh di Pilpres 2019 untuk Jokowi sangatlah strategis.
Kepentingan Pilkada
Dalam konteks Pilkada di Aceh kepentingan Jokowi hadir, dikarenakan persiapan infrastruktur politik di periode kedua dirinya menjabat sebagai presiden di tahun 2019. Saat ini bermunculan kandidat yang berkeinginan menjadi gubernur Aceh mendatang periode 2017-2022, terdiri dari Abdullah Puteh, Ahmad Farhan Hamid, Irwandi Yusuf, Muzakir Manaf, Tarmizi Karim, T. M. Nurlif, Zaini Abdullah, dan Zakaria Saman.
Jika membaca arah dukungan Jokowi berpedoman kepada kepentingan partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Hebat. Masalahnya hasil amatan menunjukan dukungan dari partai yang tergabung di KIH terpecah kepada dua kandidat yakni Irwandi Yusuf dan Tarmizi Karim. Pemetaan usungan partai sementara dan belum final, tapi sudah mengkristal terbagi Irwandi Yusuf diusung dari Partai Demokrat, Partai Nasional Aceh, Partai Damai Aceh.
Ada satu partai yang berubah haluan mendukung Irwandi Yusuf yaitu PPP, awalnya arahnya ke Tarmizi Karim. Satu partai lagi yakni Golkar dalam posisi tarik menarik ke Muzakir Manaf atau Irwandi Yusuf. Posisi T. M. Nurlif tidak maju jadi gubernur, tapi kemungkinannya wakil gubernur atau direduksi ke dua kandidat itu. Karena amatan publik dari berbagai informasi mengerucut ke kedua kandidat itu, bukan ke Tarmizi Karim.
Sedangkan arah usungan partai ke Tarmizi Karim hanya terdiri dari Nasdem, PAN, dan PKPI. Sisa partai kecil di parlemen Aceh dan partai tidak ada kursi akan merapat kedua kandidat tersebut. Catatan pentingnya semua partai di kedua kandidat belum dikeluarkan surat resmi mengusung dari DPP. Jadi peta politik masih bisa berubah di last minute.
Kembali menganalisis arah dukungan Jokowi ke kandidat gubernur Aceh. Kemungkinan besar dukungan Jokowi hanya berpusat pada Irwandi Yusuf dan Tarmizi Karim. Logika politiknya, karena keduanya berada dalam dukungan dan usungan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat. Kenapa hanya kedua orang itu, karena Muzakir Manaf diklaim masuk gerbong Koalisi Merah Putih. Partai pengusung Gerindra, PKS, dan PA. Kandidat lain maju melalui jalur independent, tetapi tidak menutup peluang Jokowi memasang dua kaki mendukung kandidat gubernur Aceh. Salah satunya dari jalur perorangan, karena Zaini Abdullah maupun Zakaria Saman memiliki andil memenangkan Jokowi di Aceh ketika Pilpres 2014. Bisa saja, karena politik balas budi agar menjaga perasaan kedua kedua kandidat dari jalur perorangan itu.
Jika dalam pertimbangan Jokowi mengarahkan dukungan dan membantu salah satu kandidat gubernur. Ada dua hal patut dicermati secara logika rasional (rational choice), pertama jika pertimbangan Jokowi berdasarkan hasil survei tertinggi, maka pilihan jatuh ke Irwandi Yusuf. Tetapi jika pertimbangan Jokowi pada aspek kepentingan lainnya, maka arahnya ke Tarmizi Karim.
Tentunya Jokowi sebelum memberikan restu dukungan dan membantu kedua kandidat itu, langkah awal dari tim inti Jokowi akan menganalisis keduanya dengan pendekatan analisis SWOT. Dari kajian analisis SWOT Jaringan Survei Inisiatif memetakan kekuatan, kelemahan, peluangan, dan ancaman. Dalam analisis ini hanya fokus ke kekuatan dan kelemahan.
Untuk kandidat Tarmizi Karim secara kekuatan/modalitas dirinya memiliki kapasitas intelektual, jaringan internasional, kalangan birokrat, memiliki finasial, dekat dengan akses nasional, berpengalaman dijabatan eksekutif, dan berkarakter pemimpin. Ditinjau dari kelemahan Tarmizi Karim meliputi; belum sangat mengakar di grass root dilihat dari hasil survei, belum memiliki terobosan program nyata bukan bangunn fisik selama menjadi bupati, masih lemah relasi dan akses ke kalangan GAM dan eks kombatan (bukan orang beberapa saja), terindikasi adanya kasus korupsi (tracking google cukup banyak) walau belum jelas pembuktian, dan kurang lihai menjaga hubungan personal maupun kelompok tertentu.
Sedangkan sosok kandidat Irwandi Yusuf dari segi modalitas/kekuatan diidentifikasikan, sebagai berikut; sudah berkarya dan banyak program terobosan, memiliki akses ke lingkaran penguasa di nasional, memiliki jaringan internasional, memiliki ketegasan dan faham menjalanan tata kelola pemerintahan, memiliki partai lokal, memiliki elektabilitas dan popularitas yang tinggi di pemilih Aceh, berintelektual, merakyat, dan masih banyak dukungan dari kalangan GAM dan kombatan.
Untuk kelemahannya Irwandi Yusuf tergambarkan, bahwa dirinya lemah secara kemampuan finansial, struktur pemenangan tidak terkontrol dan tersistematis, terjebak beban klaim kalangan GAM dan Kombatan, tidak memiliki media, belum memiliki thinktank, dan terindikasi korupsi walau belum jelas pembuktian hukumnya.
Yang pasti, siapa yang bisa menyakinkan Jokowi melalui komunikasi politik. Tentunya menyakinkan Jokowi dalam memberikan garansi bagi Aceh dalam perihal, bahwa Aceh aman, maju di pembangunan, kesejahteraan rakyat meningkat, perekonomian perkembang, dan stabilitas keamanan terjaga. Semua itu menjadi syarat utama dukungan dan bantuan Jokowi ke kandidat guburnur mendatang. Satu hal sangat penting sekali sosok gubernur Aceh di dukung serta dibantu, ketika sang kandidat gubernur memiliki kemampuan bekerjasama dengan pemerintah nasional (pusat).
Kesimpulannya, seorang Jokowi akan mempertimbangkan seluruh aspek, termasuk kemungkinan-kemungkinan ke depannya dalam berbagai lini dengan tujuan membawa perubahan Aceh menjadi lebih baik ke depannya. Khususnya prioritas menjaga stabilitas politik, karena jika terjadi gejolak dan memicu situasi keamanan tidak kondusif, sehingga menghambat proses perubahan lebih baik bagi Aceh dari aspek pembanguan dan kebijakan. Jadi keberadaan Aceh bukan sebagai Center of Gravity buat Indonesia, tapi juga harus menghasilkan dari Pilkada 2017 sosok pemimpin yang menjadi COG dalam skala mikro. [Sumber: Acehtrend]

BARAT


Top