ads

Berita

NAD

Nasional

Internasional

Dunia Islam

Tuliasan%20Anda

Inilah 65 Perda Aceh Yang di Hapus Pemerintah Pusat

Ini Daftar Perda di Sumatera yang Dicabut Kemendagri
Beurujuk.com| Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa 3.143 Perda telah dihapus. 1.765 di antaranya dihapus oleh Kemendagri.

Perda yang dihapus Kemendagri merata di semua provinsi. Alasan penghapusan adalah untuk menyederhanakan aturan, memangkas izin dan meningkatkan investasi atau sering disebut'easy of doing bussiness'.

Sementara itu, selain 1.765 Perda yang dihapus oleh Kemendagri, sisanya dihapus oleh Gubernur. Perda yang dihapus oleh Gubernur sebagian besar adalah Perda yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.

detikcom berdasarkan data dari Kemendagri, mengelompokkan Perda yang dihapus berdasarkan kelompok provinsi dalam beberapa pulau. Berikut daftar Perda yang dihapus Kemendagri di Pulau Sumatera:

1 PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 15 Tahun 2013
2 PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 6 Tahun 2008
3 PERKEBUNAN 6 Tahun 2012
4 PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 14 Tahun 2013
5 IRIGASI 4 Tahun 2011
6 RETRIBUSI JASA UMUM 1 Tahun 2014
7 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 4 Tahun 2014
8 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI JASA UMUM 7 Tahun 2011
9 ACEH Kab. Aceh Barat RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 10 Tahun 2013
10 ACEH Kab. Aceh Barat Daya PAJAK HIBURAN 7 Tahun 2009
11 ACEH Kab. Aceh Barat Daya RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 14 Tahun 2013
12 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 9 Tahun 2011
13 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 12 Tahun 2011
14 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2010
15 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 11 Tahun 2011
16 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2010
17 ACEH Kab. Aceh Besar RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 22 Tahun 2012
18 ACEH Kab. Aceh Besar PAJAK HOTEL, RESTORAN, HIBURAN DAN REKLAME 5 Tahun 2011
19 ACEH Kab. Aceh Besar PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2010
20 ACEH Kab. Aceh Jaya RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 4 Tahun 2013
21 ACEH Kab. Aceh Selatan RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 3 Tahun 2011
22 ACEH Kab. Aceh Singkil RETRIBUSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 5 Tahun 2012
23 ACEH Kab. Aceh Singkil PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2010
24 ACEH Kab. Aceh Tamiang RETRIBUSI PERGANTIAN BIAYA CETAK TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL 9 Tahun 2008
25 ACEH Kab. Aceh Tamiang RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 22 Tahun 2011
26 ACEH Kab. Aceh Tamiang IZIN GANGGUAN 10 Tahun 2011
27 ACEH Kab. Aceh Tamiang PAJAK HIBURAN 7 Tahun 2011
28 ACEH Kab. Aceh Tamiang PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 14 Tahun 2010
29 ACEH Kab. Aceh Tengah PAJAK DAERAH 3 Tahun 2010
30 ACEH Kab. Aceh Tengah RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI 4 Tahun 2009
31 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 5 Tahun 2009
32 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 2 Tahun 2013
33 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 8 Tahun 2011
34 ACEH Kab. Aceh Timur PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 9 Tahun 2010
35 ACEH Kab. Aceh Timur PAJAK-PAJAK DAERAH 10 Tahun 2011
36 ACEH Kab. Aceh Timur RETRIBUSI JASA UMUM 9 Tahun 2011
37 ACEH Kab. Aceh Utara RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 15 Tahun 2012
38 ACEH Kab. Aceh Utara RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 16 Tahun 2012
39 ACEH Kab. Banda Aceh PAJAK HIBURAN 10 Tahun 2012
40 ACEH Kab. Bireuen PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 1 Tahun 2013
41 ACEH Kab. Bireun RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 14 Tahun 2011
42 ACEH Kab. Bireun RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 11 Tahun 2011
43 ACEH Kab. Gayo Lues RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 5 Tahun 2011
44 ACEH Kab. Gayo Lues PAJAK DAERAH 4 Tahun 2011
45 ACEH Kab. Langsa PAJAK DAERAH 4 Tahun 2012
46 ACEH Kab. Pidie PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 6 Tahun 2011
47 ACEH Kab. Pidie PAJAK HIBURAN 11 Tahun 2011
48 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 20 Tahun 2011
49 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 32 Tahun 2011
50 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 25 Tahun 2011
51 ACEH Kab. Pidie RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN 30 Tahun 2011
52 ACEH Kab. Pidie Jaya RETRIBUSI JASA UMUM 3 Tahun 2014
53 ACEH Kab. Pidie Jaya RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU 2 Tahun 2013
54 ACEH Kab. Nagan Raya PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 5 Tahun 2009
55 ACEH Kab.Simeulue PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 7 Tahun 2009
56 ACEH Kab. Simeuleu RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 12 Tahun 2012
57 ACEH Kab. Simeuleu RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN 22 Tahun 2012
58 ACEH Kota Banda Aceh PAJAK HIBURAN 10 Tahun 2011
59 ACEH Kota Banda Aceh RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 2 Tahun 2014
60 ACEH Kota Langsa RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA LANGSA 8 Tahun 2010
61 ACEH Kota Sabang PAJAK DAERAH 4 Tahun 2012
62 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI 2 Tahun 2013
63 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU KELUARGA, KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL 12 Tahun 2010
64 ACEH Kota Sabang RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 13 Tahun 2011
65 ACEH Kota Subulussalam RETRIBUSI IZIN GANGGUAN 13 Tahun 2010
Untuk Bagian Sumatra Lainnya bisa lihat selengkapnya disini. (detik) [tebarsuara.com]

Ini Putusan Komnas HAM terhadap Tragedi Simpang KKA Aceh

Beurujuk.com | Hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus penembakan di Simpang PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, pada 1999 silam menyatakan ada bentuk pelanggaran HAM. Komnas HAM meminta kepada Kejagung untuk menyelidiki lebih lanjut keputusan Komnas HAM ini.

Dalam siaran pers yang diterima detikcom dari Komnas HAM, Rabu (22/6/2016), Komnas HAM juga telah mengajukan hasil penyelidikan kasus ini ke DPR sebagai pemberitahuan bahwa Komnas HAM telah selesai melakukan penyelidikan. Komnas HAM juga mengajukan permohonan dukungan untuk segera ditindaklanjuti dan kemudian dibentuk Pengadilan HAM Adhoc untuk peristiwa Simpang KKA yang terjadi sebelum terbitnya UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut oleh Tim Ad Hoc Komnas HAM menyimpulkan:

1. Terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat (masa lalu), sebagai berikut:

a. pembunuhan (Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf a UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM);
b. penganiayaan (persekusi) (Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf h 
UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM).

2. Bentuk perbuatan (type of acts) dan pola (pattern) kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi
dalam peristiwa Simpang KKA adalah sebagai berikut:

a. Pembunuhan
Penduduk sipil yang menjadi korban pembunuhan sebagai akibat dari tindakan aparat TNI yang terjadi di Simpang KKA sekurang-kurangnya sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang sebagai akibat penembakan.

b. Penganiayaan (Persekusi)
Penduduk sipil yang menjadi korban penganiayaan (persekusi) sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh aparat negara yang terjadi di Simpang KKA tercatat sekurang-kurangnya sebanyak 30 (tiga puluh) orang.

3. Berdasarkan rangkaian kejahatan yang terjadi serta gambaran korban yang berhasil diidentifikasi dan rangkaian persilangan bukti-bukti yang ada, maka nama-nama yang diduga terlibat sebagai pelaku dan/atau penanggung jawab dalam peristiwa Simpang KKA, terutama namun tidak terbatas pada nama-nama sebagai berikut:

A. Individu/Para Komandan Militer Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawabannya

A.1 Komandan pembuat kebijakan

a. TNI pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
b. Pangdam I / Bukit Barisan pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

A.2. Komandan yang memiliki kemampuan kontrol secara efektif (duty of control) terhadap anak buahnya

a. Danrem 011 / Lilawangsa pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
b. Dandim 0103/Aceh Utara pada Peristiwa Simpang KKA 1999.
c. Komandan Batalyon Infantri 113/JS pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
d. Komandan Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
e. Danramil Dewantara Kodim 0103/Aceh Utara

B. Individu/Komandan/Anggota Kesatuan Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Sebagai Pelaku Lapangan. (Status Aceh) [tebarsuara.com]

Hapus Perda Syariah, Mahasiswa Aceh Ancam Pisah Dari NKRI

Ilustrasi. @elshinta.com
Ilustrasi (foto, portal1)
Beurujuk.com | Kabar terkait penghapusan 3.000 Perda oleh Mendagri menuai reaksi serius dari beberapa petinggi aktivis mahasiswa di Aceh. Walaupun Perda yang akan dihapus tersebut bukan qanun yang berlaku di Aceh, namun mahasiswa di Aceh tetap merasa geram. Pasalnya, ribuan Perda yang bakal dihapus tersebut ditenggarai adalah Perda bernuansa Islam. 

“Kami tidak layak lagi bersatu dengan negara kufur yang menistakan Islam. Pemimpin mereka Jokowi telah mengarahkan bangsanya menuju laknat Allah,” ucap Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry kepada portalsatu.com, Jumat, 17 Juni 2016. 

Tak hanya itu, ia mengancam akan membuat referendum dan mengajak masyarakat Islam untuk bersatu melawan pemerintah yang dinilai sudah bertindak sewenang-wenang. Bagi Said hal tersebut tak bisa dibiarkan karena dapat menghancurkan generasi muda Islam ke depannya. 

“Kami akan mendirikan kedaulatan negara sendiri yang berlandaskan Islam. Kami akan membuat referendum merdeka. Kami siap menampung saudara kami yang Islam untuk bergabung di sini,” ucapnya. 

Reaksi keras juga diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala, Hasrizal. Ia menilai Mendagri telah membuat kegaduhan dengan pernyataan penghapusan Perda tersebut. Ia juga menuding Tjahjo Kumolo telah mengusik ketentraman dan kerukunan umat dengan menghapus Perda tersebut. 

“Kami mengultimatum Mendagri Tjahjo Kumolo yang telah melakukan kegaduhan terkait pernyataan dan kebijakan yang mengusik ketentraman dan kerukunan umat,” ucapnya, Jumat, 17 Juni 2016. Kedua petinggi BEM kampus terbesar di Aceh ini secara senada meminta Pemerintah Pusat untuk menghargai dan menghormati aturan-aturan dan budaya daerah. Pemerintah Pusat diminta tidak semena-mena menghapus Perda. 

“Kami mendesak Pemerintah Pusat untuk menghormati aturan-aturan kebudayaan lokal khususnya aturan yang bernuansa Islam,” kata Hasrizal. Sebelumnya diberitakan, Mendagri Tjahjo Kumolo menbantah telah menghapus Perda yang bernuansa Islam. Tjahjo mengatakan Perda yang dihapus tersebut adalah Perda yang menyangkut investasi.  

 “Siapa yang hapus? Tidak ada yang hapus. Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta tentu tidak bisa. Ini semua soal investasi. Kita ga urus perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi pemerintah,” ucap Thajo, 15 Juni 2016.  

 Sebelumnya, akhir Mei lalu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa di antara Perda tersebut, ada Perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol. Meski demikian, Tjahjo menampik pencabutan Perda-Perda itu bukan berarti pemerintah mendukung peredaran minuman beralkohol.   

"(Perda) yang saya cabut itu karena mereka (pemerintah daerah) menyusun Perdanya bertentangan dengan peraturan dan perundangan," ujar Tjahjo di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, dilansir kompas.com, 20 Mei 2016.   Perda pelarangan miras yang akan dicabut, antara lain Perda di Papua, Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Sampai saat ini Kemendagri belum mempublikasi Perda apa saja yang dihapus tersebut. [tebarsuara.com

Relawan Sajan Illiza Bagikan Takjil Berbuka untuk Pemulung dan Warga Banda Aceh

Beurujuk.com | Banda Aceh - Relawan Sajan Illiza membagikan takjil untuk keluarga pemulung di Kampung Jawa, Banda Aceh. Para relawan ini juga membagikan 1.600 takjil untuk warga di setiap titik lampu lalu lintas di Kota Banda Aceh.
“Alhamdulillah pergerakan saling berbagi ini terus kita lakukan, dan apa yang kita lakukan ini didukung sepenuhnya oleh ibu Illiza Sa’aduddin Djamal,” ujar Brigade Sajan Illiza Miftah Arzaki Arza, Minggu 19 Juni 2016, di Banda Aceh.
Arza menambahkan, apa yang dilakukan relawan pemenangan Illiza Sa’aduddin Djamal calon wali kota Banda Aceh, kegiatan sosial ini agar bisa menjadi contoh bagi komunitas yang lain untuk terus berbagi.
Illiza Sa’aduddin Djamal yang juga Wali Kota Banda Aceh juga berpesan, terus membangun kebersamaan dan  saling peduli, saling berbagi.[]

Selisik Pilkada Jualan Agama

Oleh: Risman Rachman*
Beurujuk.com | Bisa dibilang, disetiap musim Pilkada tiba selalu saja ada strategi dan taktik tampil agamis. Agamis di sini dimaksudkan hanya menggunakan atribut agama untuk kepentingan meraup suara. Sesudah kemenangan dicapai, substansi agama (tujuan Syariah) diabaikan, yaitu menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga agama, menjaga keturunan, menjaga harta, dan menjaga lingkungan atau yang kini dikenal dalam trilogi berislam yaitu sejahtera, aman dan bahagia dalam naungan iman.
Dalam bahasa al quran istilah menjual agama secara khusus disebut dengan menjual ayat-ayat Allah (at taubah ayat 9): “Mereka menjual ayat-ayat Allah dengan harga sedikit.” Ayat ini, dalam Tafsir Al Qurthubi diartikan bahwa Yahudi menjual hujah-hujjah Allah dan penjelasan-Nya demi mendapatkan kepemimpinan (riyâsah) dan mendapatkan banyak materi.  
Dulu, ada ayat yang dipakai untuk memilih partai tertentu. Misal “…kalimat yang baik laksana pohon yang baik” (seperti disitir dalam QS Ibrahim [14]: 24) untuk mempromosikan lambang partainya yang berbentuk pohon. Atau hadist “sebaik-baik urusan adalah pertengahan” untuk mengarahkan warga memilih nomor urut partai yang tengah.
Orang Aceh dahulu sudah sangat pinter mensiasati para jurkam penjual ayat. Ada hadih madja untuk meruntuhkan kredibilitas mereka yaitu “hadish keu tungkat ayat keu belanja.” Atau, klaim langsung atas mereka dengan sebutan “awak meukat ayat untuk jeut keu raja.”
Cara ureung jameun mensikapi para penjual agama ini perlu dipopulerkan lagi karena sudah berulangkali pemilu, substansi agama atau tujuan syariah tidak juga tegak di bumi Aceh. Padahal, dalam musim perkenalan hingga musim kampanye, para kandidat sangat dekat dengan bahasa dan anjuran agama.
Di Jakarta ada contoh kasus menarik, dimana salah seorang balon gubernur DKI mengkampanyekan penerapan syariat Islam di Jakarta jika ia terpilih. Sekilas tawaran ini menarik dan patut untuk di dukung. Faktanya, balon dari salah satu partai itu kemudian ditangkap KPK. Nyan ban!
Untuk konteks Aceh, kehadiran balon atau calon kepala daerah yang agamis tentu sangat perlu dan memang sudah semestinya agamis. Tapi, agamis disini mestilah bukan sekedar jualan agama untuk meraih suara, melainkan untuk menerapkan substansi agama atau tujuan syariah. Pertanyaannya, adakah calon yang akan menerapkan tujuan syariah di bumi Aceh?
Ukuran mudahnya memang cukup dengan melihat tampilan luarnya. Misalnya dari penampilannya. Jika kurang, lihat dari kedekatannya dengan ulama, jika kurang juga lihat dari kemampuannya memahami agama.
Semua ukuran itu bagus. Tapi, lebih bagus lagi jika menelaah jejak kepemimpinannya. Salah satu contohnya adalah kebijakannya terhadap lingkungan hidup. Silahkan tanya di dalam hati, siapa lebih islami kebijakan moratorium logging yang dikeluarkan oleh Irwandi Yusuf pada 6 Juni 2007 dengan kebijakan pemberian izin pembukaan lahan di lokasi yang dilindungi banyak undang-undang yang diterbitkan Tarmizi Karim pada 23 April 2012?
Kebijakan Irwandi Yusuf memang bukan hal baru karena juga pernah dilakukan oleh Abdullah Puteh bahkan oleh Nurmahmudi. Tapi jika dilihat secara subtansi maka lebih sangat substansi kebijakan Irwandi Yusuf dalam memaknai tujuan syariah dalam hal menjaga lingkungan hidup. Jika Abdullah Puteh lebih untuk keperluan administrasi, dan Nurmahmudi untuk soal konversi hutan, maka Irwandi Yusuf menukik lebih dalam. Latar belakang pendeklarasian Moratorium Logging Hutan dalam wilayah Provinsi Aceh dimasa Irwandi Yusuf dimaksudkan untuk menyusun kembali Strategi Pengelolaan Hutan Aceh melalui redesign (penataan ulang), reforestasi (penanaman kembali hutan), dan reduksi deforestasi (menekan laju kerusakan hutan), demi kemaslahatan umat manusia, termasuk berupaya menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.
Dengan satu contoh ini saja sudah cukup untuk mengantisipasi siapa yang pantas disebut calon penjual agama dengan calon yang bermaksud mencapai tujuan beragama atau tujuan syariah. Untuk itu sangatlah penting mengkaji dan menguji visi, misi, program, dan pandangan semua kandidat gubernur Aceh agar terbebas dari tipu daya jualan agama hanya sekedar untuk meraih suara kemenangan, seusai itu tujuan agama diabaikan. (aceHTrend)
*) Pemimpin Umum dan tukang tulis yang tidak penting agar penting

Ini Dia 3 Memo “Bertuah” Jusuf Kalla untuk Aceh

Oleh: *
Beurujuk.com | Memo Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla terkait pengungsi asal Sri Langka yang dituju kepada Gubernur Aceh tertanggal 15 Juni 2016 ternyata bukan memo satu-satunya Jusuf Kalla untuk Aceh.
Dalam kapasitas Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI, ternyata orang Bugis ini juga pernah menerbitkan memo terkait Aceh. Memo pertama Jusuf Kalla terkait tsunami Aceh dan memo kedua terkait partai lokal dan Partai Aceh.
Memo Ombak Perdamaian
Terkait tsunami Aceh sudah pernah diceritakan oleh Jusuf Kalla dalam buku Ombak Perdamaian untuk mengenang 10 tahun bencana tsunami gempa bumi berskala 8,9 skala richter yang mengguncang dan disusul dengan tsunami yang memporakporandakan Aceh pada 26 Desember 2004.
Alhasil, gagasan dan rencana Wapres dalam Memorandum yang dibuat tahun 2005 itu, membuat SBY pada tanggal 10 Januari 2005, mendatangi Kantor Wapres di Jalan Medan Merdeka Selatan. Ujungnya, keduanya bersepakat merealisasikan memo terkait rehabilitasi dan rekontruksi yang dipadu dengan langkah melanjutkan perdamaian yang jejaknya sudah dirintis sejak Juni 2003.
Memo Merah Hitam
Memo kedua Jusuf Kalla juga pernah dikeluarkan terkait Aceh. Ini ada kaitannya dengan persetujuan partai Aceh.
‘Saya tanda tangani sendiri Partai Aceh, lambangnya dan warnanya. Ketika orang lain tidak berani saya sudah tanda tangani. Jadi satu-satunya partai di Indonesia yang saya tanda tangani Partai Aceh. Karena saya yang tanda tangani , maka tak ada yang berani lagi mengganti,” kata Jusuf Kalla ketika berkunjung di kantor PA, Banda Aceh, aceh Sabtu (13/6/2009).
Alkisah, lolosnya Partai Aceh tidak terlepas dari memo Jusuf Kalla. Jusuf Kalla membuat memo yang menjamin nama itu tidak akan dipersoalkan lagi. Hasilnya, Partai Aceh dinyatakan lolos verifikasi. Memo ini sekaligus sebagai jaminan bagi delegasi Aceh agar nama Partai Aceh tidak akan dipersoalkan lagi.
Soalnya, dua nama yang pernah diusulkan sebelumnya ditolak Jakarta karena dianggap masih berbau Gerakan Aceh Merdeka.
Mengutip penulis buku biografi Hasan Tiro yakni Murizal Hamzah dalam artikel berjudul Local Political Parties in Aceh: Engines of democratisation in Indonesia dalam buku berjudul Aceh The Role of Democracy for Peace and Reconstruction dengan editor utama Prof. Olle Törnquist (Februari 2008) disebutkan bahwa pada 7 Juni 2007, nama yang didaftarkan ke akta notaris adalah Partai GAM, tanpa kepanjangan. Bendera yang diusulkan berwarna merah dengan gambar bulan bintang di tengah dan garis hitam putih. Kanwil Hukum dan HAM menolaknya. Alasannya, selain karena tidak memiliki akronim, dianggap masih identik dengan nama lama.
Sempat terjadi negosiasi, pihak partai melunak. Pada 25 Februari 2008, logo partai diubah. Bulan bintang dihilangkan. Nama partai diusulkan menjadi Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM). Hasil verifikasi pada tenggat waktu 3 hingga 24 April 2008 memutuskan Jakarta menolak nama itu karena dianggap masih identik dengan nama lama.
Perdebatan kembali muncul. Sementara batas waktu verifikasi hampir melewati tenggat. Pilihannya hanya dua: mengubah nama atau tak lolos verifikasi.
Isu itu kemudian dibawa dalam rapat round table meeting antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pertemuan ini difasilitasi oleh Center Management Initiative, lembaga yang memfasilitasi perjanjian damai.
Pada 8 April 2008, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dengan Malik Mahmud selaku pimpinan GAM menyepakati nama Partai GAM menjadi Partai Aceh. Untuk lebih menguatkan, delegasi Aceh meminta jaminan dari Jusuf Kalla, dan dipenuhi. Jusuf Kalla membuat memo yang menjamin nama itu tidak akan dipersoalkan lagi. Hasilnya, Partai Aceh dinyatakan lolos verifikasi.
Memo Kemanusiaan
Itulah tiga memo “bertuah” Jusuf Kalla terkait Aceh. Pada memo kemanusiaan yang ketiga ini, Jusuf Kalla memberi arahan agar pengungsi asal Sri Langka diizinkan mendarat, diberi makan, bbm dan perbaikan kapal. Memo kemanusiaan inilah yang membuat Gubernur Aceh bergerak lebih humanis kepada pengungsi yang di negaranya sedang dilanda konflik sebagaimana dahulu juga pernah dirasakan oleh Aceh. [tebarsuara.com]
*) Penulis merupakan Staf Redaksi & Data aceHTrend

Pilkada Aceh Diramaikan Delapan Balon Gubernur

Calon gubernur, calon pilkada
Beurujuk.com | Walaupun Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh belum membuka pendaftaran bakal calon (balon) gubernur dan wakil gubernur (wagub) dan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota untuk Pilkada Aceh tahun 2017 serentak di 19 kabupaten/kota, saat ini sudah ada delapan calon gubernur dan ratusan calon bupati/wali kota se Aceh.
Berdasarkan catatan SP, untuk calon gubernur telah mendeklarasikan adalah dr Zaini Abdullah (gubernur saat ini) maju lewat jalur independen, Muzakir Manaf (Wakil Gubernur Aceh saat ini) maju lewat Partai Aceh (PA), Zakaria Saman mantan Menteri Pertahanan GAM maju melalui jalur independen, Irwandi Yusuf mantan gubernur Aceh periode 2007-2012 maju lewat Partai Nasional Aceh (PNA), Tarmizi A Karim Dirjen Pemerintahan Desa Kemdagri maju lewat partai, Ahmad Farhan Hamid mantan Wakil Ketua MPR 2009-2014, TM Nurlif mantan anggota DPR tiga periode dan Ketua Golkar Aceh maju lewat Partai Golkar, dan Abdullah Puteh mantan Gubernur Aceh periode 2002-2007 maju melalui jalur independen.
Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Ridwan Hadi kepada SP, Senin (23/5) menyebutkan KIP Aceh membuka pendaftaran calon gubernur/wakil gubernur dan bupati/wali kota serta wakilnya pada Agustus 2016 mendatang. “Syarat untuk calon dari partai dan calon independen mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh No.11 tahun 2006 dan Qanun Pilkada Aceh,” kata Ridwan.
Ia menambahkan dalam rapat pleno KIP Aceh, Sabtu (21/5) telah menetapkan jumlah penduduk Aceh dalam Pilkada 2017 dengan total penduduk 5.101.673. Artinya, bagi calon independen harus memenuhi 3 persen KTP, SIM atau paspor sebanyak 153.045 dukungan, sedangkan untuk kandidat calon dari partai politik atau koalisi partai politik, harus memiliki 15 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) atau dari hasil perolehan suara. Dengan jumlah kursi di DPRA saat ini 81 kursi, maka partai politik atau koalisi partai politik pengusung harus memiliki 13 kursi.
“Dalam pelaksanaan pilkada, terkait persyaratan dukungan bagi calon kepala daerah, baik untuk gubernur maupun bupati/wali kota, kita tetap mengacu pada UUPA. Tapi, apabila persyaratan tersebut tidak diatur dalam UUPA baru kita gunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada,” terangnya.
Ditambahkan, Pilkada Aceh tetap akan dilaksanakan sesuai jadwal, walaupun saat ini di DPR Aceh sedang dibahas Qanun (perda) tentang Pilkada. Dalam pembahasannya, sedikit alot antara eksekutif dengan legislatif. “Namun hal itu tidak menjadi hambatan KIP Aceh karena bisa memakai regulasi yang ada baik dari nasional maupun Qanun terdahulu,” paparnya. [AcehXpres]

BARAT


Top